Menurut Darmizal, Ketua Umum ReJo (Relawan Jokowi) bersama Munawar Fuad kader Partai Solidaritas Indonesia yang mengorganisir acara “Stop Pungli, Berani?” di Kawasan Lippo Cikarang, Kamis 21 Desember 2023 ini, jumlah para sopir truk di seantero Nusantara mencapai 5,9 juta orang.
Peran para sopir truk ini sungguh penting. Mereka laksana aliran darah dalam tubuh manusia yang membawa daya hidup ke seluruh tubuh. Merekalah yang berjibaku di jalanan setiap hari, dari pagi, siang, sore bahkan sampai malam dan ketemu subuh lagi.
Tapi ada satu keluhan mereka: pungutan liar alias pungli di sepanjang perjalan mereka mencari nafkah. Ini keluhan yang sudah menahun. Padahal Presiden Joko Widodo pernah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli).
Pungli di jalanan ini urusan “uang kecil”, tapi menjengkelkan sekali. Dan secara akumulatif kalau dijumlahkan jadi besar. Ini jelas faktor signifikan pada ongkos logistik yang tinggi secara nasional.
Karena kerjaannya mengurus “uang receh” yang berceceran di jalan raya, Satgas Saber Pungli seperti kehilangan rohnya, dan sampai sekarang entah bagaimana kiprahnya. Mati angin.
Franky Sibarani, Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri KADIN Indonesia, pada Oktober tahun 2023 ini mencontohkan distribusi barang dari Jakarta ke Lampung misalnya, biayanya Rp 3 juta per container, itu sudah termasuk ongkos pungli sebesar 15% selama perjalanan. Pelaku punglinya ada 2 jenis, yang berseragam dan tidak.
Sementara itu, Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bilang untuk mengirim barang dari Jakarta ke Cirebon itu setidaknya harus melewati 10-15 pos pungli! Bahkan preman-preman yang minta setoran itu menjalankan aksinya tidak jauh dari kantor polisi. Ini khan gila! kok dibiarkan?
Per definisi, pungli termasuk korupsi. Memang skalanya saat kejadian (kegiatan pungli) itu dilakukan tidak sampai miliaran (atau bahkan tidak sampai triliunan seperti korupsi BTS itu) tapi secara akumulatif membuat ongkos logistik kita jadi tinggi (sekitar 23,5% dari PDB).
Berdasarkan catatan Lembaga Nasional Single Window (LNSW), biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5% dari PDB. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan Jepang yang hanya 8%. Atau dengan Taiwan yang cuma 9%, di Malaysia cuma 13%, China 14%, dan Thailand yang 15%.
Memang biaya logistik itu banyak faktornya. Selain pungli, ketersediaan infrastruktur jalan tentu menjadi faktor utama. Yang repot memang kalau pungli dilakukan di wilayah yang infrastruktur jalannya buruk, lalu dipungli pula sepanjang jalan rusak itu.
Menurut Menkeu Sri Mulyani, pemerintahan era Jokowi pada delapan tahun terakhir sudah menggelontorkan Rp 2.779,9 triliun untuk membangun infrastruktur. Ini kebijakan mendasar untuk juga menekan ongkos logistik.
Pendeknya, semua komponen bangsa mesti kompak bekerjasama bahu-membahu melancarkan sumbatan-sumbatan transportasi (logistik) yang ada. Tidak cukup sekedar mengumpat dan mengeluh.
Karena itulah Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia dalam kapasitasnya sebagai pembina di FKPN kembali menggiatkan kegiatan “Stop Pungli, Berani?”.
Bersama-sama puluhan sopir truk yang hadir, mereka menempelkan stiker “Stop Pungli, Berani?” dari PSI, sekaligus mengaktifkan nomor telepon aduan jika ada pungutan liar di jalanan.
Sebuah upaya kecil yang memberi harapan (dari pada cuma mengeluh), sambil menanti bangkitnya Satgas Saber Pungli untuk unjuk gigi kembali.
Oleh : Andre Vincent Wenas MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Kamis 21 Desember 2023.
Thanks for reading Sopir Truk Terhadap Pungli Jalanan: Kami Muak! Kemana Satgas Saber Pungli? | Tags: Headline Jakarta News opini
« Prev Post
Next Post »
0 komentar on Sopir Truk Terhadap Pungli Jalanan: Kami Muak! Kemana Satgas Saber Pungli?
Posting Komentar