Jepara - Jika menilik tentang Penginjilan di tanah Jawa yang di lakukan oleh para Penginjil Bumiputra kita akan mengenal salah satu Penginjil Jawa yaitu sosok Kyai Tunggul Wulung, siapakah itu ? Tak banyak orang yang tahu atau mungkin kaum melenial kristen mengenal salah seorang Tokoh penginjil yang berpengaruh di tanah Jawa ini.
Kyai Tunggul Wulung adalah seorang tokoh legendaris yang hidup dihati orang-orang disekitar kota Jepara, Kudus, Pati, Mojowarno, Malang dan beberapa kota lainnya.
Di lingkungan jemaat Kristen di daerah sekitar Gunung Muria Kudus Jawa Tengah, Kyai Tunggul Wulung ini dikenal sebagai penginjil asli Jawa.
Terlebih Kyai yang menurut catatan seorang missionaris missi Menonit, Pieter Jansz, memiliki watak temperamen berbadan tinggi besar dan tegap ini, adalah salah seorang prajurit Pangeran Diponegoro.
Kyai Tunggul Wulung yang pernah terlibat dalam perang Diponegoro (1925-1930) dan yang memiliki nama Demang Padmodirdjo, dan saat kecil bernama Raden Tondho ini adalah keturunan Mangkunagaran Surakarta dari salah seorangselir yang kemudian saat dewasa bernama Padmodirdjo dan menjadi salah seorang demang di Kabupaten Kediri Jawa Timur.
Panggilan jiwanya membela tanah kelahirannya yang membuat ia kemudian bergabung dengan Pangeran Diponegoro melawan VOC kala itu, tokoh yang saat ini menjadi pahlawan nasional Repunlik Indonesia.
Sebagaimana kita diketahui dalam catatan Sejarah akibat diperdaya oleh Jendral Belanda De Cook, maka Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang ke Sulawesi.
Hal ini mengakibatkan para pengikutnya tercerai berai mencari keselamatan masing-masing.
Demikian pun Demang Padmodirdjo dalam pelariannya sampailah di sebuah yang bernama Juwana daerah yang termasuk kabupaten Pati, dan mengubah namanya menjadi Kyai Ngabdulah, ini kemudian memiliki kehidupan yang layak secara sosial dan ekonomi.
Pencarian Jati Diri
Kyai Ngabdulah sebagai Orang Jawa selaku melakukan tirakat dan lelaku Bathin yang biasa dilakukan oleh orang - orang Jawa kala itu dalam upaya pencarian jati dirinya dan ramalan Jayabaya tentang Ratu Adil yang akhirnya membawa Kyai Ngabdulah bertapa di Gunung Kelud Jawa Timur karena di ceritakan bahwa Ratu adil akan datang dari sana.
Dan dalam pertapaannya itulah Kyai Ngabdulah mengganti Namanya dengan nama Kyai Tunggul Wulung. Dikisahkan bahwa Adapun nama Tunggul Wulung itu nama Senopati pada Kerajaan Kediri pada pemerintahan Prabu Jayabaya. Namun ada yang mengartikan nama Tunggul Wulung itu adalah nama makhluk gaib penunggu kawah Gunung Kelud.
Dalam pertapaannya, Kyai Tunggul Wulung bertemu dengan seorang bangsawan putri Kediri yang bernama Endang Sampurnawati. Dikisahkan bahwa Endang Sampurnawati ini suka sekali bertapa. Hal ini dilakukannya untuk mencari jati diri dan ketenangan hidupnya. Kedua tokoh ini kemudian bertapa Bersama-sama. Menurut sebuah buku sumber, pada saat mereka bertapa itulah, mereka mendengar sebuah bisikan atau wangsit supaya membaca sesuatu. Setelah mereka cari, maka mereka menemukan sebuah tulisan di sebalik tikar yang mereka gunakan bertapa, tulisan hukum 10 perintah Allah yang di dalam kitab Injil tertulis dalam Keluaran 20:1-17. Setelah membaca ayat itu, mereka kemudian turun gunung ke kota Mojowarno yang saat itu ada seorang misionaris yang bernama Jellesma. Mereka kemudian berguru kepada Jellesma tentang ngelmu Kristen. Setelah beberapa bulan belajar, kemudian mereka mewartakan Injil kepada orang-orang di sekitar daerah Malang.
Setelah dibaptis oleh Jellesma, Kyai Tunggul Wulung mendapatkan nama baptis Ibrahim, yang kemudian menurut cerita Kyai Ibrahim Tunggul Wulung dan Endang Sampurnawati akhirnya menjadi suami istri.
Kyai Ibrahim Tunggul Wulung dan Nyi Endang Sampurnawati melakukan perjalanan yang mereka sebut “tapa ngrame” dengan cara berbuat baik dan memberitakan kabar sukacita, Injil kepada masyarakat yang mereka temui, kemudian mereka membuka hutan tarik di daerah Bondo Jepara untuk di jadikan pemukiman Selain pemukiman, mereka juga membuka sebuah pasamuwan di daerah itu.
Selain Kyai Tunggul Wulung juga membuka pelayanan di wilayah Banyutowo dan Tegalombo yang menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Pati Jawa Tengah.
Redefinisi dan Revitalisasi
PEWARNA (Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia) yang concern terhadap kisah - kisah penginjilan yang dilakukan oleh para Penginjil - penginjil Jawa yang begitu melegenda dalam kisah - kisah yang diceritakan dalam budaya lisan dan bukan hanya kisah Tunggul Wulung saja, akantetapi juga para pekabar Injil Jawa yang telah memberi diri dalam pelayanannya, seperti Paulus Tosari (Mojowarno Jawa Timur) dan Kyai Sadrach (Purworejo Jawa Tengah). Oleh karena itu medio Maret 2022 yang PEWARNA Indonesia yang dikomandani oleh ketua umumnya Yusuf Mujiono (57) melakukan perjalanan spritual yang dinamakan napak tilas rasul Jawa untuk menghayati perjalan spritual dari ketiga tokoh legendaris penginjil Jawa ini.
Menurut Yusuf Mujiono (57) dalam keterangannya mengatakan ingin menggali semangat penginjilan dari para tokoh legendaris ini.
Selain itu lebih lanjut menjelaskan, kebudayaan Jawa yang kental sebagai sarana penginjilan sangat menarik untuk didalami. “Kita tidak bisa lepas dari kehidupan berkebudayaan.
Kita menggali nilai luhur kearifan budaya lokal yang ada di Nusantara khususnya budaya Jawa, dan bahasa Jawa yang digunakan oleh para tokoh legendaris penginjil Jawa ini dan juga kultur budaya tradisi jawa yang menyentuh dalam kisi -kisi kehidupan masa itu yang sampai hari ini juga masih di lestarikan dalam kehidupan jemaat sebagai warisan yang di tinggalkan oleh para Bapak - Bapak Penginjil Jawa tersebut.
Salah Seorang narasumber, Ki Suyito Basuki (58), pendeta yang saat ini melayani di GITJ (Gereja Injili di Tanah Jawa) Kedung Penjalin Jepara yang juga adalah Ketua Dewan Penasihat PEWARNA Jateng, dalam uraiannya sebagai narasumber beberapa waktu yang lalu menyampaikan bahwa penggalian semangat dan metode penginjilan Tunggul Wulung sangat penting pada era gereja masa kini. Menurutnya, penginjilan masa kini hendaknya didefinisikan dan direvitalisasi berdasarkan semangat penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil Jawa ini. “Penginjilan saat sekarang ini memang banyak tantangannya, tetapi kita tidak boleh berhenti menyampaikan kabar sukacita ini, karena perintah Tuhan dalam amanat agung yang tertera dalam Matius 28:19-20 dan Kisah Rasul 1:8 jelas sekali.
Para Rasul telah melakukan pekerjaan ini sehingga terdapatlah jemaat mula-mula hingga meluas sampai saat ini.
Oleh karena itu kita perlu meredefinisi dan Merevitalisasi penginjilan, sehingga spirit para penginjjil Jawa, baik Tunggul Wulung, Paulus Tosari ataupun Kyai Sadrach bisa kita tangkap dan memberi energi baru dalam pewartaan.
Demikian pendeta yang juga memainkan wayang wahyu ataupun wayang purwa dalam pengembangan pelayanannya.
Pembuatan Film Dokumenter
Sehari setelah melakukan pelatihan pembuatan film pendek, Rabu 22 Maret 2023 di GITJ Bondo Jepara, maka Kamis 23 Maret 2023, PEWARNA Indonesia memulai proses pembuatan film dokumenter tentang Kyai Tunggul Wulung.
Film dokumenter yang disutradarai oleh Gabriel Hartanto yang juga sekaligus penulis naskah skenario filmnya itu, selain dikerjakan oleh crew film dari PEWARNA Indonesia Jakarta, juga melibatkan para peserta Latihan pembuatan film pendek itu menjadi aktor dan aktris serta pekerjaan teknis syuting di lapangan.
Lokasi syuting dipusatkan di sekitar desa Bondo yang sekarang berada di wilayah Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
Yahya Kumarawangi (23) seorang pemeran petani yang menjadi murid Tunggul Wulung merasa terkesan dengan dilibatkannya sebagai seorang pemain dalam film dokumenter itu.
Yahya Kumarawangi yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Kependidikan Seni Rupa itu menyatakan bahwa pengalamannya terlibat dalam pembuatan film itu merupakan pengalaman yang luar biasa.
Menurutnya,” Saya belajar banyak dari proses pembuatan film kemarin, sekaligus menginspirasi kami untuk membuat film pendek juga,” demikian ujarnya kepada awak media anggota Pewarna
Sebagai salah Seorang peserta yang juga dilibatkan dalam pembuatan film tersebut juga sebagai asisten produser, Daniel Dio Saputra (25) yang kesehariannya menjadi pekerja media di GITJ Kedung Penjalin, menyatakan kebanggaannya bisa terlibat dalam pembuatan film ini.
Dengan semangat dia berkata,” Suatu kebanggaan tersendiri bagi saya ya, bisa ikut berpartisipasi bersama orang - orang hebat dan luar biasa, dimana ini juga pengalaman pertama saya akan tetapi sudah diberi mandat sebagai asisten produser, walaupun saya juga masih belum paham betul tugasnya asisten produser itu apa, tapi karena bantuan dari para senior, saya yakin aja pasti bisa, dan saya harap kesempatan ini bukan yang terakhir kalinya.” (Bas)
Editor Kefas Hervin Devananda,S.Th