Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

Menurut Romo Kefas Pewarna Indonesia Jawa Barat Akan Mendukung Calon yang Sesuai dengan DNA Pewarna Pada Pilkada 2024

Juli 13, 2024

Jakarta,- Diskusi interaktif yang di gelar Pewarna Indonesia yang bertajuk "Pengaruh Era Digitalisasi Dalam Tataran Masyarakat" diselenggarakan di Gedung PGI di jakarta  dengan narasumber Nico Siahaan, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, hadir juga sebagai pembicara Beny Lumy dari Komisi Integrasi Persekutuan Gereja-gereja Indonesia berjalan dalam suasana hangat dan penuh ke akraban.


Dalam Diskusi tersebut di hadiri oleh para Jurnalis Pewarna Indonesia dari berbagai Media, terlihat juga hadir Kefas Hervin Devananda,S.Th.M.Pd.K alias Romo Kefas Ketua PD Pewarna Indonesi Propinsi Jawa Barat,acara yang dikemas cukup menarik membuat suasana diskusi lebih santai dan penuh kekeluargaan, Setelah usai acara awak media berhasil mewawancara Romo Kefas seputar pilkada Serempak yang di laksanakan di Kota/Kab dan Jawa Barat Sendiri, Pria yang dikenal murah senyum ini mengatakan bahwa Pewarna Indonesia Propinsi Jawa Barat akan ikut dalam mewarnai dinamika pilkada yang akan di selenggarakan oleh beberapa daerah di jawa Barat terlebih untuk Propinsi Jawa Barat,Ujarnya.


Dan sesuai arahan Ketua Umum Bapak Yusuf Mujiono kepada kami sebagai Ketua PD Pewarna Indonesia Propinsi Jawa Barat, bahwa Pewarna mendukung siapapun Calon-calon pemimpin yang sesuai dengan semangat perjuangan Pewarna Indonesia, itu yang sempat dibicarakan kepada saya tadi jelas Ayah dari satu Putra ini.


Jadi arahan ketua Umum jelas bahwa Pewarna akan memberikan dukungan kepada calon pemimpin daerah yang sesuai dengan semangat dan DNA Pewarna Indonesia.


Ketika ditanya dengan Awak media tentang dukungan Pewarna Indonesia dalam pilkada Jawa Barat, dan beberapa kota dan kabupaten yang ada di Jawa Barat, dengan tersenyum Romo Kefas mengatakan ya semua Indah pada WaktuNya nanti, dan mulai besok (13/07) kami akan membentuk Tim - tim kerja untuk terjun dan berkomunikasi dengan para mitra kerja pewarna dan para tokoh - tokoh rohaniawan untuk berkomunikasi meminta masukan dan saran agar pewarna dapat mendukung salah satu Bakal calon yang sesuai dengan DNA Pewarna Indonesia.(*/Red) 

Sopir Truk Terhadap Pungli Jalanan: Kami Muak! Kemana Satgas Saber Pungli?

Desember 23, 2023


Jakarta, -- FKPN adalah sebuah Forum Komunitas Pengemudi Nusantara, organisasi swadaya para sopir truk untuk memayungi ribuan komunitas para pengemudi di berbagai daerah. Di Jawa Barat saja komunitas para sopir truk ini ada sekitar 500 lebih. Kalau di seluruh Indonesia bisa ribuan atau bahkan belasan ribu jumlahnya. 


Menurut Darmizal, Ketua Umum ReJo (Relawan Jokowi) bersama Munawar Fuad kader Partai Solidaritas Indonesia yang mengorganisir acara “Stop Pungli, Berani?” di Kawasan Lippo Cikarang, Kamis 21 Desember 2023 ini, jumlah para sopir truk di seantero Nusantara mencapai 5,9 juta orang. 


Peran para sopir truk ini sungguh penting. Mereka laksana aliran darah dalam tubuh manusia yang membawa daya hidup ke seluruh tubuh. Merekalah yang berjibaku di jalanan setiap hari, dari pagi, siang, sore bahkan sampai malam dan ketemu subuh lagi. 


Tapi ada satu keluhan mereka: pungutan liar alias pungli di sepanjang perjalan mereka mencari nafkah. Ini keluhan yang sudah menahun. Padahal Presiden Joko Widodo pernah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). 


Pungli di jalanan ini urusan “uang kecil”, tapi menjengkelkan sekali. Dan secara akumulatif kalau dijumlahkan jadi besar. Ini jelas faktor signifikan pada ongkos logistik yang tinggi secara nasional. 


Karena kerjaannya mengurus “uang receh” yang berceceran di jalan raya, Satgas Saber Pungli seperti kehilangan rohnya, dan sampai sekarang entah bagaimana kiprahnya. Mati angin. 


Franky Sibarani, Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri KADIN Indonesia, pada Oktober tahun 2023 ini mencontohkan distribusi barang dari Jakarta ke Lampung misalnya, biayanya Rp 3 juta per container, itu sudah termasuk ongkos pungli sebesar 15% selama perjalanan. Pelaku punglinya ada 2 jenis, yang berseragam dan tidak. 


Sementara itu, Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bilang untuk mengirim barang dari Jakarta ke Cirebon itu setidaknya harus melewati 10-15 pos pungli! Bahkan preman-preman yang minta setoran itu menjalankan aksinya tidak jauh dari kantor polisi. Ini khan gila! kok dibiarkan?


Per definisi, pungli termasuk korupsi. Memang skalanya saat kejadian (kegiatan pungli) itu dilakukan tidak sampai miliaran (atau bahkan tidak sampai triliunan seperti korupsi BTS itu) tapi secara akumulatif membuat ongkos logistik kita jadi tinggi (sekitar 23,5% dari PDB). 


Berdasarkan catatan Lembaga Nasional Single Window (LNSW), biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5% dari PDB. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan Jepang yang hanya 8%. Atau dengan Taiwan yang cuma 9%, di Malaysia cuma 13%, China 14%, dan Thailand yang 15%.


Memang biaya logistik itu banyak faktornya. Selain pungli, ketersediaan infrastruktur jalan tentu menjadi faktor utama. Yang repot memang kalau pungli dilakukan di wilayah yang infrastruktur jalannya buruk, lalu dipungli pula sepanjang jalan rusak itu. 


Menurut Menkeu Sri Mulyani, pemerintahan era Jokowi pada delapan tahun terakhir sudah menggelontorkan Rp 2.779,9 triliun untuk membangun infrastruktur. Ini kebijakan mendasar untuk juga menekan ongkos logistik. 


Pendeknya, semua komponen bangsa mesti kompak bekerjasama bahu-membahu melancarkan sumbatan-sumbatan transportasi (logistik) yang ada. Tidak cukup sekedar mengumpat dan mengeluh. 


Karena itulah Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia dalam kapasitasnya sebagai pembina di FKPN kembali menggiatkan kegiatan “Stop Pungli, Berani?”. 


Bersama-sama puluhan sopir truk yang hadir, mereka menempelkan stiker “Stop Pungli, Berani?” dari PSI, sekaligus mengaktifkan nomor telepon aduan jika ada pungutan liar di jalanan. 


Sebuah upaya kecil yang memberi harapan (dari pada cuma mengeluh), sambil menanti bangkitnya Satgas Saber Pungli untuk unjuk gigi kembali.


Oleh : Andre Vincent Wenas MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Kamis 21 Desember 2023.

Nasdem Batal Ikut Pemilu Gegara Makan Duit Korupsi? Bagaimana Parpol Lainnya?

Oktober 15, 2023

Oleh: Andre Vincent Wenas

Jakarta, -- Sudah dua orang menterinya dicokok KPK, bagaimana Nasib Nasdem selanjutnya? Kalau terbukti ada aliran dana korupsi itu ke partai maka bisa batal ikut pemilu, begitu konsekuensinya. 


Tapi ramai dibicarakan publik bahwa parpol atau “petugas partai” yang ikutan cawe-cawe dalam bancakan duit BTS itu bukan cuma Nasdem, tapi juga Golkar, PDIP dan Gerindra. Walahuallam. 


Lihat saja dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), sempat disebut nama-nama petinggi atau “petugas partai” seperti Dito Ariotedjo (Golkar) yang sedang jadi Menpora. Lalu ada Happy Hapsoro Sukomonohadi alias Happy Hapsoro, ia suami dari Puan Maharani (Ketua PDIP). Dan Sugiono, ia petinggi atau “petugas partai” dari Gerindra.


Seru memang, gara-gara Muhammad Yusrizki Muliawan yang “cuma” menjabat dirut PT Basis Utama Prima atau Basis Investment, dimana publik Indonesia tahu sama tahu bahwa banyak jabatan dirut itu cuma “boneka stromboli”. Dalang sesungguhnya adalah sang pemilik mayoritas perusahaan, dan Happy Hapsoro-lah pemilik mayoritasnya. 


Tapi aneh, nama Happy Hapsoro tidak tidak masuk dalam daftar orang yang mesti dipanggil Kejaksaan atau KPK atau Kepolisian untuk dimintai keterangan. Bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya? Tapi malah terkesan “lari atau dilarikan dari persoalan”, bukannya menjelaskan “duduk persoalan sebenarnya” terhadap kasus yang melibatkan perusahaannya. Padahal mark-up-nya diduga sekian ratus persen. 


Soal “lari” atau “dilarikan” dari persoalan korupsi berjamaah ini tergantung dari apakah kamu punya “kedudukan”. Begitu gosipnya. Entahlah. 


Mega korupsi BTS di Kominfo ini memang bukan ulah beberapa gelintir koruptor yang sudah tertangkap. Diduga kuat ini adalah pesta pora para maling uang rakyat secara beramai-ramai. Dalam istilah yang berbau religius ini “korupsinya berjamaah”. Sebuah istilah yang baru dibuat beberapa tahun terakhir ini, dan sangat berbau “contradictio in terminis”. 


Terbaca dalam dakwaan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo 2020-2022. Ini kasus yang mestinya dikawal ketat oleh publik. 


Para terdakwa sudah mengaku terang-terangan kemana duit korupsi itu mengalir dan untuk apa. Beberapa ratus miliar dialirkan demi meredam kasus ini agar jangan sampai naik ke pengadilan dan jadi sorotan publik. Semua instansi dan oknum yang disebut itu mestinya dihadirkan untuk didengar kesaksiannya. 


Komisi Satu di DPR ternyata tutup mulut semua. Sampai artikel ini ditulis mereka semua masih puasa bicara soal korupsi BTS ini. Anggota Komisi Satu itu semua parpol yang sekarang ada di parlemen: PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, Demokrat, PAN, PKS, PKB, PPP. Semua diam, semua bisu. 


Mengherankan memang. Apakah ini suatu konspirasi? Padahal Komisi Satu paling bertanggungjawab terhadap kinerja Kominfo. Padahal tokoh-tokoh yang terkenal vokal ada di Komisi Satu ini. 


Ada Adian Napitupulu (PDIP), Utut Adianto (PDIP), Puan Maharani (PDIP), Meutya Hafid (Golkar), Nurul Arifin (Golkar), Dave Akbarshah Fikarno atau yang akrab dipanggil Dave Laksono (Golkar), Lodewijk Paulus (Golkar), Fadli Zon (Gerindra), Prananda Surya Paloh (Nasdem), M.Farhan (Nasdem), Muhaimin Iskandar (PKB), Sjarifuddin Hasan (Demokrat) dan Ahmad Syaikhu (PKS). 


Mereka semua bungkam karena sungkan dengan teman separtainya yang korup, atau malah ikut-ikutan dalam skema bancakan. Ini jadi pertanyaan. 


Mereka kabarnya bakal ikut dalam pileg 2024, apakah bakal kita pilih lagi?



Jakarta, Sabtu 14 Oktober 2023

*Andre Vincent Wenas*,MM,MBA. Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Setelah Kasus Suap Universitas Lampung Kembali Menuai Aib Akademik

September 15, 2023





Banten, -- Diskusi bertajuk "Menatap Indonesia Maju : Tentang Masa Depan Global dan Middle Income Trap" yang hendak digelar oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila) dan Institut Teknologi Sumatera (Itera) di Auditorium Pascasarjana kampus setempat pada 14 September 2023 dibatalkan sepihak oleh Pimpinan Unila, sehingga acara diskusi harus diungsikan ke GSG Pahoman.


Kecaman dan kritik keras pun berdatangan dari berbagai kalangan, termasuk Direktur LBH Klasika Lampung yang menyebut penguasa di Unila rezim tirani. (rmollampung.id, 14 September 2023). Rocky Gerung sendiri mengatakan mimbar akademis bukan milik pejabat rektor atau pejabat dekan, karena mimbar akademik milik siapapun yang berpikir waras dan sehat.


Kecuali itu, sikap melarang diskusi di kampus sangat naib, karena telah  mengabaikan sekaligus menghina kaum intelektual yang menjadi semacam  simbol dari kemuliaan masyarakat kampus. Artinya, preseden buruk ini bukan saja sangat memalukan warga kampus pada umumnya, tetapi juga warga masyarakat sekitarnya yang sepatutnya  bangga dengan keberadaan kampus sebagai simbol peradaban manusia yang selayaknya dapat mengendus masa depan yang lebih baik.


Preseden buruk ini  telah menodai sejarah perjalanan peradaban di kampus yang selayaknya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi utamanya dalam berpikir dan merefleksikan diri guna menatap masa depan yang lebih baik dan lebih beradab. Apalagi temanya mengenai masalah ekonomi yang terus terasa menjadi beban bagi warga masyarakat.


Sikap BEM Unila yang terap kekeh melaksanakan diskusi di tempat pengungsiannya -- GSG Pahoman -- patut dipuji serta terus dipantau, sebab biasanya akan mendapat tekanan dari pihak rektorat karena dianggap membandel atau sebagai pembangkang yang tak hendak menyerah terhadap larangan yang dilakukan.


Sikap kekeh ini pun, kelak akan abadi dalam catatan sejarah, seperti sikap arogan pihak penguasa kampus yang telah mengingkari nazab kampus sebagai tempat pertukaran serta pertengkaran pendapat secara ilmiah yang terbuka. Padahal, idealnya pihak kampus Unila bisa menebus nama baiknya setelah tercemar oleh kasus suap yang sangat memalukan dan menjatuhkan pamor akademis perguruan tinggi yang semestinya menjunjung tinggi etika, moral dan akhlak mulia manusia terpelajar yang sepatutnya dicerminkan oleh segenap civitas akademikanya yang ada.


Sayang sekali nama besar kampus Unila tidak bisa dipulihkan oleh Prof. Lusmeilia Afriani bersama Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prof. Nairobi yang justru dinyatakan oleh Ricky Gerung telah melanggar konstitusi. Semestinya dengan acara yang bergengsi dan ilmiah itu, nama besar Unila sebagai perguruan tinggi yang menjadi kebanggaan masyarakat Lampung dapat kembali dipulihkan setelah setelah kasus suap yang memalukan itu jadi terpuruk. Begitulah sialnya Universitas Lampung, setelah kasus suap, kini kembali menuai aib yang bernilai akademik. (Jacob Ereste) 


Banten, 14 September 2023

Dua Oknum Kades Di Kabupaten Serang Tersandung Korupsi Dana Desa

Juni 22, 2023




SERANG --  Anggaran Dana Desa sangat menggiurkan para pejabat Desa dengan nilai yang lumayan fantastis, dengan adanya kasus menyeret 2 oknum kepala desa di Kabupaten Serang tahun ini sangat mengecewakan masyarakat luas umumnya masyarakat Kabupaten Serang.  Kamis (22/6/23). 


Ke 2 (dua) oknum Kepala Desa yaitu oknum Kades Lontar Kecamatan Pontang dan Kades Katulisan, Kecamatan Cikeusal, yang terseret kasus korupsi Anggaran Dana Desa (ADD), diduga terjadinya penyimpangan dana desa tersebut diduga tidak terkontrol dalam Pengelolaan keuangan Dana Desa yang menyebabkan kerugian uang negara dan masyarakat.


KETUA PERWAST perkumpulan wartawan serang timur Angga Apria Siswanto, ketika dimintai tanggapan terkait dua oknum kepala desa dikabupaten Syaerang yang terjerat kasus korupsi Anggaran Dana Desa ia menyayangkan kejadian tersebut, pasalnya, kepala desa yang seharusnya, menjalankan tugas sebagai mana tupoksinya, malah sebaliknya merugikan keuangan negara yang bersumber dari pajak masyarakat 


"Saya sangat prihatin Terkait adanya 2 (Dua) oknum kepala desa dikabupaten serang terjerat kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa, padahal sudah jelas mereka memahami aturan dan mekanisme pelaksanan atau penggunaan nya sesuai bunyi,  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NO 60 TAHUN 2014, tentang Dana Desa yang bersumber dari, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara ( APBN ) Pasal 2, Dana Desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat." Ucap Angga Apria Siswanto Ketua PERWAST. (Akmalia) 

Belajar Bermakna Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka

Oktober 31, 2022





Kota Bogor - Sejak masa pasca pandemi, menteri pendidikan di Indonesia mengeluarkan kurikulum baru yang disebut Kurikulum Merdeka. Kurikulum merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran yang beragam. Kurikulum ini berfokus pada konten yang esensial agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.


Dalam kurikulum merdeka, sekolah memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik pada satuan pendidikan. Guru juga memiliki kebebasan dalam mengajar sesuai dengan tahap pencapaian peserta didik. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat menggunakan konsep pembelajaran bermakna.



Belajar bermakna menurut Ausubel (1963) merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam sturktur kognitif. Sedangkan struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna dalam kurikulum merdeka sangat tepat digunakan, terlebih lagi saat melaksanakan kegiatan P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Kegiatan P5 yaitu kegiatan proyek yang dilaksanakan oleh peserta didik secara berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu untuk mengenal dan mengelola lingkungan. Pembelajaran bermakna juga dapat dilaksanakan untuk mempraktekkan ilmu atau konsep yang sudah diketahui oleh peserta didik.

Ausubel dalam Dahar (1989) mengemukakan tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:


Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.

Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.


Dalam Alkitab, Tuhan Yesus seringkali melakukan pembelajaran bermakna bagaimana mengajarkan kasih kepada manusia. Tidak hanya sekedar materi, Tuhan Yesus juga mengajarkan untuk mempraktekkan pengajaranNya tersebut terhadap lingkungan sekitar kita. Seperti yang tercatat dalam Matius 14:13-21, Yesus berbelas kasihan melihat orang banyak yang sudah berkumpul menantikan Dia. Akhirnya Yesus mengajar dan menyembuhkan orang yang sakit di sana. Saat Yesus mempraktekkan kasihNya, ternyata berdampak bagi orang lain yang melihatnya. Saat hari sudah malam dan orang banyak itu belum makan, diantara mereka hanya ada lima roti dan dua ikan.


Disitu Tuhan Yesus mengajak untuk mempraktekkan kasih yang telah Ia ajarkan, yaitu mau berbagi dengan orang banyak itu. Akhirnya dari lima roti dan dua ikan tersebut Tuhan Yesus mengucap syukur, sehingga cukup dimakan untuk lima ribu orang bahkan ada sisa dua belas keranjang.



Kisah tersebut dapat menunjukkan, jika seorang guru memberikan pembelajaran yang bermakna maka peserta didik akan mudah mengingat bahkan menirukan atau mempraktekkan pembelajaran tersebut terhadap lingkungan peserta didik masing-masing.



Galih Pambudi (2022) menuliskan langkah-langkah kegiatan mengarah pada timbulnya pembelajaran bermakna, yaitu:


Orientasi mengajar tidak hanya mengarah pada pencapaian prestasi, melainkan diarahkan juga untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi peserta didik.

Topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan. Pelajaran tidak dipersepsi sebagai tugas atau paksaan, melainkan sebagai bagian atau alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak.

Metode yang digunakan melibatkan peserta didik dalam aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan.

Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain.

Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret.

Dalam menilai hasil belajar peserta didik, guru tidak hanya menekankan aspek kognitif melalui tes tertulis, tetapi mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.



Demikian yang dapat dibagikan oleh penulis, kiranya Tuhan Yesus yang menjadi sumber hikmat bagi kita untuk mendidik anak-anak yang Tuhan percayakan ditengah-tengah kita. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi berkat bagi para pembaca.Tuhan Yesus memberkati.


Saat ini Penulis Melia adalah Salah Satu Pendidik Sekolah Tunas Pertiwi


Daftar Pustaka


Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia. Jakarta. 2022

https://pdfs.semanticscholar.org/3349/d1877909607b4f831ef6399d0db9f014efe2.pdf

(*/Red) 

Buya Syakur : Kesetaraan Menghormati Manusia Bukti Cinta Pencipta

September 28, 2022

Indramayu, BhinnekaNews71.Com --  Mendengar wejangan Buya Syakur tak cukup dua jam. Ilmu Agama, pengetahuan dan terapan yang di miliki membuka mata dan pikiran bagi pendengarnya. "Sebagai sesama ciptaan Tuhan wajib pelihara kesetaraan" ungkap Buya Syakur kepadaTim Panitia Apresiasi Pewarna Indonesia (API) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pewarna Indonesia tahun 2022 pada Selasa 27 September 2022, di Padepokan Majelis Kholwat Buya Syakur, Cikawung, Indramayu. 


Kunjungan silahturahmi Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia menemui Buya Syakur dalam rangka menyampaikan hasil polling API yang menobatkan Buya Hamka sebagai Tokoh yang menjaga Keberagaman. "Konsistensi dan pemikiran-pemikiran yang Buya Syakur sampaikan terpilih sebagai penjaga keberagaman, ungkap Yusuf Mujiono ketua umum Pewarna Indonesia. Menurut Yusuf, API Pewarna Indonesia ini ditujukan sebagai penghargaan wartawan bagi tokoh-tokoh yang membawa perubahan baik di masyarakat. "Harapan kami, API pewarna Indonesia bisa menjadi inspirasi banyak orang untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara. 

Sementara Anna Kezia, ketua panitia, berharap Buya Syakur bisa hadir untuk menerima penghargaan pada 28 November 2022 nanti di Jogja Nasional Museum, Jogjakarta. "Kehadiran Buya Syakur membawa pesan kesetaraan" cetus Anna. 


Atas kedatangan tim Pewarna Indonesia Buya Syakur menyambut gembira dan terbuka untuk bekerjasama. 


Sepanjang pertemuan tidak kurang dari 2 jam Buya Syakur mengungkapkan pengalamannya 20 tahun dinegeri orang. Harapannya untuk Pewarna Indonesia terus menjaga kesetaraan bersamanya. Menurut Buya Syakur toleransi diartikan sebagai kebaikan mayoritas kepada minoritas berbeda dengan bila kita setara. "Kita setara sebagai manusia ciptaan Tuhan, dan ini bukti cinta kita pada Tuhan , jelasnya.


Mengenal Siapa Buya Syakur


K.H. Abdul Syakur Yasin, MA lahir 12 November 1960, juga dikenal dengan panggilan Buya Syakur, adalah seorang ulama Indonesia dan pendiri Pondok Pesantren Cadangpinggan.


Masa pendidikan Buya Syakur dari kecil hingga dewasa banyak dihabiskan di pondok pesantren. Beliau secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon. Lamanya belajar di pondok pesantren, membuat Buya Syakur menjadi mahir dalam berbahasa Arab. Hal ini kemudian yang membuat Buya Syakur menerjemahkan kitab-kitab bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.


Setelah menyelesaikan pendidikan di Babakan, pada tahun 1971, Buya Syakur melanjutkan pendidikan di Kairo. Ketika Buya Syakur menjadi mahasiswa di sana, beliau diangkat menjadi ketua PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Kairo.


Buya Syakur selesai dengan skripsi sarjananya yang berjudul Kritik Sastra Objektif terhadap karya novel-novel Yusuf as-Siba’i (Novelis Mesir).


Kemudian pada tahun 1977, Buya Syakur menyelesaikan ilmu al-Qur’an di Libya. Pada tahun 1979, beliau menyelesaikan sastra Arab. Dua tahun selanjutnya, tepatnya pada tahun 1981, beliau telah menyeselesaikan S2-nya dalam bidang sastra linguistik di Tunisia. Setelah itu, kemudian beliau diangkat menjadi staf ahli di kedutaan besar Tunisia.


Pada tingkat doktoral, Buya Syakur, mengambil kuliah di London dengan konsentrasi dialog teater dan lulus pada tahun 1985. Jadi kurang lebih sekitar 20 tahun lamanya beliau habiskan untuk belajar di Timur Tengah dan Eropa.


Tepat pada tahun 1991, Buya Syakur pulang ke Indonesia bersama Gusdur, Quraish Shihab, Nurcholis Majid dan Alwi Shihab. Setelah kembali ke Indonesia, beliau membaktikan diri berdakwah di kampung halamannya, di Indramayu.


Lima tahun (1995) setelah Buya Syakur pulang, beliau kemudian mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Cadangpinggan tahun 2000 dan pondok pesantrennya tahun 2006. Selain membaktikan diri lewat pondok pesantren yang beliau dirikan, beliau juga sering mengisi kajian pada masyarakat dan tidak jarang kajian tersebut diunggah melalui media sosial.


(Endharmoko)

Mengenal Kejahatan dan Dampak Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara

September 16, 2022




Tangerang, BhinnekaNews71.Com -- R. Guntur Eko Widodo : Kejahatan Selalu mengakibatkan dampak sosial kehidupan masyarakat, Baik kejahatan kecil biasa atau konvensional apalagi Kejahatan Besar, pembunuhan, dan lainya, terlebih kejahatan yang terorganisir. Yang dapat memunculkan masalah-masalah sosial baru dalam kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dan golongan masyarakat, lebih luas lagi kehidupan bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jum'at (16/9/22).



Salah Satu Masalah Sosial yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah Tindakan Kriminalitas atau Tindakan Kejahatan.



Kejahatan adalah suatu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap nilai dan norma, tatanan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara termasuk tatanan atau norma norma syariat setiap hamba Tuhan Yang Memiliki Agama apapun di manapun di muka bumi ini.



Ada dua faktor yang memengaruhi munculnya tindakan kejahatan, yaitu:



Faktor internal,

Antara lain kondisi kejiwaaan seseorang, tingkat pendidikan seseorang, dan kedudukan seseorang dalam masyarakat.



Faktor eksternal berhubungan dengan faktor ekonomi (perubahan harga, kemiskinan, pengangguran, urbanisasi) dan faktor agama (kurangnya pemahaman tentang agama).



Kejahatan selalu membawa dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Dampak tersebut dapat berupa dampak Ekonomis dan dampak Psikologis.

Bahkan tindakan kejahatan dalam bentuk apapun juga menghambat terwujudnya kesejahteraan dan sering berakibat menghambat terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, terutama pihak pihak korban dari sebuah kejahatan.



Jeni-jenis kejahatan menurut Ahli Sosiologi



Para Ahli Sosiologi menggolongkan kejahatan berdasarkan pada, fenomena sosial yang menyertainya.



Dalam buku Kriminologi ( Suatu Pengantar 2018 karya A.S. Alam dan Amir Ilyas) , dijelaskan jenis-jenis kejahatan menurut pandangan ahli sosiologi, yaitu:



1.Kejahatan Kekerasan Terhadap Orang (violent personal crime)

Contoh kejahatan kekerasan terhadap orang adalah Pembunuhan, Penganiayaan, dan Pemerkosaan.



2.Kejahatan Harta Benda karena kesempatan (occational property crime),

Contoh kejahatan harta benda karena kesempatan yaitu pencurian kendaraan bermotor, pencurian di toko-toko besar, pencurian di mesin ATM, dan sebagainya.



3.Kejahatan Karena Kedudukan atau Jabatan (occupational crime)

Contoh Kejahatan Karena Kedudukan atau Jabatan adalah :

Kejahatan Kerah Putih (white collar crime), seperti Korupsi.

Kejahatan politik (political crime)

Contoh kejahatan politik adalah Pemberontakan, Spionase, Sabotase, Adu Domba dll.



4.Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum (public order crime)

Kejahatan jenis ini disebut juga sebagai kejahatan tanpa korban secara langsung (victimless crimes).

Contoh kejahatan terhadap ketertiban umum yaitu Pemabukan, Gelandangan, Perjudian, dan Wanita Melacurkan Diri.



5.Kejahatan Konvensional (conventional crime)

Contoh Kejahatan Konvensional adalah Perampokan, Penggarongan, dan Pencurian Kecil-kecilan.


6.Kejahatan Terorganisir (organized crime)

Contoh Kejahatan Terorganisir adalah : Pemerasan, Perdagangan Wanita untuk Pelacuran, Perdagangan Obat bius, Perdagangan Gelap Narkoba, Perdagangan Minuman Keras ilegal, dan sebagainya.



7.Kejahatan yang dilakukan sebagai Profesi (professional crime)

Contoh Kejahatan yang dilakukan sebagai profesi adalah Pemalsuan dan Pencopetan.



Dari Seluruh Kejahatan dan Jenis Jenis nya dimaksud di atas, Tidak ada kejahatan Yang Tidak Merugikan Kehidupan Sosial Masyarakat , semua dapat mengakibatkan masalah sosial Baru, Namun Ada Bentuk Kejahatan Yang Paling Mengakibatkan Dampak Besar Dalam setiap Kehidupan Manusia dan Sangat Menghancurkan Kehidupan Dan Masa Depan Manusia, Masyarakat Bangsa dan Sebuah Negara sekaligus, Yaitu Kejahatan Yang Terorganisir



Contoh Kejahatan Yang Terorganisir Adalah Perdagangan Gelap Narkoba.

Semua Agama Di Dunia Ini Mengharamkan Narkoba, Bahkan Islam. menempatkan Narkoba, Bahkan Islam. menempatkan Narkoba Sebagai Golongan Khomer ( Dilarang dan Hukum Nya Haram) Siapapun Yang Terlibat Narkoba Dan Menghancurkan Kehidupan Manusia Oleh Karena Narkoba, Islam. menghalalkan Darahnya.



Contoh Lain YangbTerorganisir adalah Kejahatan dan Organisasi Terorisme dan Pembunuhan Berencana Yang Melibatkan Banyak Orang Sekaligus Melibatkan Suatu Kelompok Atau Institusi Sebuah Lembaga atau Penguasa.



Memberantas Narkoha adalah Memberantas Kejahatan Terorganisir Yang Dapat Menghancurkan Semua Lini Kehidupan. sosial Masyarakat Berbangsa Dan Bernegara.(AJP)) 

Penghalang Rumah Ibadah

September 14, 2022

Penghalang Rumah Ibadah, Rumah Tuhan

Bogor, BhinnekaNews71.Com -- Orang atau kelompok apapun namanya yang menghalangi pendirian rumah ibadah sebenarnya bukan orang atau kelompok yang beragama. Agama hanya sebagai kedok dan retorika. Kenapa? ya karena hakikat rumah ibadah adalah untuk menjaga agar umat bisa beragama, beribadah dan menyembah Tuhan dengan baik dan agar tidak kafir dan tersesat diluar rumah ibadah.


Problematika rumah ibadah di Indonesia ini tidak tuntas, tidak selesai - selasai walaupun Indonesia sudah merdeka hampir 80 tahun. Persoalan yang sebenarnya mudah menjadi rumit. Menguras energi dan memupuk kebencian antar anak bangsa.


Penghalang pembangunan atau apalah namanya adalah orang-orang yang tengil, sok agamis dan tentu sok kuasa, seperti kasus Cilegon atau daerah lain baru-baru ini.


Mereka tidak pantas disebut orang beragama, apalagi mengaku umat Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw saja tidak pernah menghalangi pendirian rumah ibadah apalagi melarangnya. Lantas meniru siapa mereka?


Sebagai warga negara, mereka yang sok jago itu juga bukan warga negara yang baik-baik, karena kalau baik, mestinya faham bahwa negara ini di huni oleh banyak agama dan keyakinan. Negara Indonesia sendiri dalam konstitusinya yakni UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 sudah sangat jelas, bahwa negara menjamin warganya untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing. Kurang apa lagi sedemikian jelasnya. Agama Islam pun mengajarkan untuk saling menghormati antar pemeluk agama " Lakum diinukum waliyadiin" agama lain pun punya ajaran yang hampir sama yakni saling menghormati keyakinan masing-masing.


Lah ini ada pemimpin, ada Bupati, walikota kok nga ngerti-ngerti soal kebebasan beragama ini, bahkan menjadi pelaku penghalangan atau penolakan atas berdirinya rumah ibadah. Apa ya layak yang demikian disebut seorang pemimpin. Jadi penolakan terhadap pendirian rumah ibadah apapun itu, tidak mencerminkan sebagai hamba Tuhan yang shaleh sekaligus bukan warga negara yang baik.


Disini lain, bagi umat yang mau mendirikan rumah ibadah juga jangan asal mendirikan. Perlu studi kelayakan lingkungan, ada berapa umat yang mesti di fasilitasi rumah ibadah, ada potensi konflik apa tidak dan sebagainya. Termasuk harus jujur soal IMB, jangan ada kebohongan data.


Sesungguhnya ibadah itu bukan karena bangunan, juga bukan karena ingin popularitas tetapi benar-benar menyembah dan bersyukur sebagai hamba Tuhan yang Esa.


Oleh  : M Rizal Aris Pegiat Falsafatuna Indonesia

Kisah Pencari Kerja, Nasib Tak Menentu di Tengah Pesatnya Industri

Agustus 10, 2022

Foto Ilustrasi






By: Amalia BhinnekaNews71.Com

Rabu 10 Agustus 2022

Banten -- Terkadang ku berpikir jika seseorang tidak diterima bekerja, Mohon agar berkasnya dikembalikan saja. Di situ tertera nomor telfon. Maksudnya supaya para pelamar kerja yang sudah pasti tidak diterima, tak digantung harap, dan berkas bisa di kembalikan untuk melamar ditempat lain.


Sekilas Amplop coklat ini tampak sederhana. Namun siapa sangka, jika ternyata di situ ada orang yang sampai rela meminjam uang untuk mengurusnya, Ada orang yang sampai rela meninggalkan anaknya. Bahkan ada orang yang sampai rela berjemur di bawah terik.


Dan tidak menutup kemungkinan ada perempuan-perempuan yang harus terpaksa memangkas uang susu untuk anaknya, terpaksa menitipkan anaknya. Pergi dengan semangat lalu pulang dengan harap. Ada waktu, materi dan tenaga yang berjibaku.

Apa kita pura-pura tidak tahu?


Biaya transportasi?

Biaya Fotocopy?

Biaya Legalisasi?

Nasi?

ITU SEMUA BERBIAYA.


Jika lamaran kerja tak diterima, Maka berilah penghargaan kepada mereka dengan memberikan informasi dan mengembalikan berkasnya.


"JANGAN BICARA SOAL LANGIT, JIKA DI BUMI SAJA MASIH BANYAK YANG SAKIT"


Jika yang dibutuhkan cuma kenalan orang dalam, jangan ada pengumuman lowongan pekerjaan, dan nasib para pencari kerja tak menentu ditengah Pesatnya Perkembangan Industri.

Ada salam ku Untuk pejuang pencari kerja. 

Untukmu Para Pencari Pekerjaan, Ada Salam dari Nasib Baik di Depan Sana!!(Aml) 

Membaca Peta Pilpres 2024 (Dalam Prespektif Regulasi Pemilu)

Juli 25, 2022




Oleh :

Ahmad Matdoan

Jakarta, BhinnekaNews71.Com -- Dimedia masa cetak maupun online kita ikuti berbagai macam analisa dari pengamat, praktisi, elit partai dan peniliti soal elektabilitas dan kofigurasi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, dari sekian analisa yang berseliwerang itu, saya tertarik dengan beberapa diantaranya?

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) membuat survei elektabilitas 3 (tiga) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Pemilu 2024, survei ini dilaksanakan dari tanggal 13 – 20 Maret 2022 dengan responden sebanyak 1.027 orang, margin of error sebesar 3,12%, serta tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil survei dimuat pada media online kompas.com, edisi tanggal 7 April 2022, hasilnya menempatkan        ANIS – AHY memperoleh 29,8% suara, GANJAR – AIRLANGGA memperoleh 28,5% suara dan PRABOWO – PUAN memperoleh 27,5% suara, sementara belum menentukan pilihan sebanyak 14,3% sauara.

Survei lebih lengkap lagi yang dilakukan oleh Lembaga survei Indopol, dengan simulasi 4 (empat) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2024, dilakukan dalam 3 (tiga) tahap simulasi, survei dilaksanakan dari tanggal 24 Juni – 1 Juli 2022 dengan total responden 1.230 orang, survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling, margin of error 2,8% serta tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil survei ini dirilis di media online Detiknews, tanggal 15 Juli 2022. 

Simulasi pertama, hasilnya, ANIS – AHY memperoleh 34,72% suara, PRABOWO – CAK IMIN memperoleh 20,08% suara, PUAN ERICK – TOHIR memperoleh 4,88% suara dan AIRLANGGA – KHOFIFAH memeroleh 3,82 %, tidak tahu sebanyak 36,50% suara.

Simulasi kedua, hasilnya, ANIS – AHY memperoleh 30,8% suara, GANJAR – AIRLANGGA memperoleh 22,03% suara, PRABOWO – CAK IMIN memperoleh 17,40% suara dan PUAN – ERICK TOHIR memeroleh 2,93% suara, tidak tahu sebanyak 27,56% suara.

Simulasi ketiga, hasilnya, ANIS – AHY memperoleh 30,00% suara, GANJAR – KHOFIFAH memperoleh 24,55% suara, PRABOWO – CAK IMIN memperoleh 16,50% suara dan PUAN – ERICK TOHIR memeroleh 2,52%, tidak tahu sebanyak 26,42% suara.

Simulasi survei Pilpres 2024 antara 3 (tigas) atau 4 (empat) pasangan calon ini lah yang mendekati realitas atau setidak-tidaknya berpotensi mendekati. Saya juga sepakat pilpres 2024 akan di ikuti lebih dari 2 (dua) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, setidaknya kecendrungan ini didasarkan pada alasan? 

Pertama, komposisi kekuatan fraksi DPR RI saat ini, dalam konstitusi, Pasal 6A ayat 2 UUD menyebutkan ; “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”, kemudian Pasal 221 dalam UU yang sama, yaitu ; “Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik” 

Pemilu terakhir yang dilaksanakan pada Tahun 2019, dan hasilnya menetapakan PDI-Perjuangan memperoleh 128 kursi atau 22,26%, Golkar 85 kursi atau 14,78%, Gerindra 78 kursi atau 13,57%, Nasdem 59 kursi atau 10,26%, PKB 58 kursi atau 10,09%, Demokrat 54 kursi atau 9,39%, PKS 50 kursi atau 8,70%, PAN 44 kursi atau 7,65%, dan terakhir PPP memperoleh 19 kursi 3,30%.

Selanjutnya masih dalam UU yang sama, Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 mensyaratkan ambang batas minimal pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden atau Presidential Threshold, yaitu ; “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% suara (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”, sesuai dengan beleid ini, hanya PDI-Perjuangan satu-satunya Parpol yang dapat mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sendiri, selebihnya diharuskan melakukan koalisi.

Sementara perkembangan realitas konfigurasi politik hari ini masih sangat relatif cair, masuk – keluar dan bongkar – pasang parpol membentuk koalisi juga masih sangat dimungkinkan, meskipun demikian secara empirik konfigurasi koalisi parpol sudah menuju kearah itu, dalam catatan saya dan saya yakin publik juga mengikuti melalui pemberitaan media elektronik dan online, setidaknya sudah ada gerbong koalisi antara lain ; Pertama, gerbong PDI-Perjuangan dengan jumlah 128 kursi (baik koalisi maupun tidak koalisi) PDI-Perjuangan sudah dipastikan dapat mengusung sendiri pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Kedua, gerbong koalisi Golkar, PPP dan PAN dengan jumlah 148 kursi. Ketiga, gerbong koalisi Gerindara dan PKB dengan jumlah 136 kursi dan terakhir yang Keempat, gerbong koalisi Demokrat, Nasdem dan PKS dengan jumlah 163 kursi.

Jika konfigurasi gerbong koalisi seperti digambarkan di atas benar – benar terjadi atau setidak – tidaknya terdapat 3 (tiga) gerbong koalisi saja, maka saya berkeyakinan tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dapat memenangi pemilihan dalam 1 (satu) putaran atau pilpres akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, mengapa demikian? Jawabannya adalah :

Pertama, dalam konstitusi, Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, kemudian dalam Pasal 416 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 menjelaskan lebih rinci lagi, yaitu ; “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia” selanjutnya ayat ke-2 dalam pasal yang sama menyebutkan ; “Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” 

Berdasarkan berbagai hasil survei elektabilitas 3 (tiga) dan/atau 4 (empat) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tingkat keterpilihan tidak mencapai angka 50%, semuanya di bawah itu.

Kedua, selama pelaksanaan pilpres dilaksanakan dengan pasangan calon lebih dari 2 (dua) pasangan belum ada pasangan calon yang memenangi pemilihan pada putaran pertama pilpres dilaksanakan.

Pertanyaan kemudian adalah yang dapat memenangi pilpres kedepan paslon siapa atau dari gerbong koalisi yang mana? Untuk menjawab pertanya tersebut baiknya beberapa hal yang menjadi catatan kita dibawah ini.


Gerbong Koalisi PDI-Perjuangan

Sebenarnya peta politik Nasional hari ini, “bolanya” ada “ditangan” PDI-Perjuangan, lembaga politik dalam hal ini DPR RI mayoritas fraksi dikuasai oleh PDI-Perjuangan dengan jumlah 128 kursi, begitu pula lembaga eksekutif dalam hal ini Presiden adalah kader PDI-Perjuangan, jika kedua kekuatan ini tidak “bermain” dengan singkron dan “permainananya tidak cantik”, maka dipastikan sulit memenangi pertarungan pilpres 2024, dan menurut hemat saya kemungkinan itu ada.

Untuk itu, saran saya sebaiknya PDI-Perjuangan atau gerbong koalisi yang akan dipimpin PDI-Perjuangan hati – hati dalam mengusung pasangan calon, catatan hasil pilpres Tahun 2004 gerbong koalisi PDI-Perjuangan pernah mencalonkan pasangan calon dari unsur Nasionalis – Religius, Ibu Megawati – K.H. Hasyim Muzadi dan hasilnya kalah dari pasangan calon SBY – JK, kemudian PDI-Perjuangan kembali mencalonkan Ibu Megawati – Prabowo Subianto dari unsur Nasionalis – Militer, hasilnya juga kalah jauh dari pasangan calon SBY – Budiono, baru kemudian berturut – turut PDI-Perjuangan berhasil dalam mengusung Jokowi – JK pada Tahun 2014 dan Jokowi – Ma’ruf Amin pada Tahun 2019. 

Berkaca dari data empiris hasil pilpres sebelumnya, sebaiknya PDI-Perjuangan dalam mengusung pasangan calon jangan bertarung tunggal (single fighter) atau bermain solo, artinya sebaiknya PDI-Perjuangan membentuk gerbong koalisi dengan parpol lain, jangan karena alasan PDI-Perjuangan satu-satunya parpol yang memenuhi abang batas presidential trashold lalu merasa jumawa, kemudian tidak mau membentuk koalisi dengan parpol lain, jika hal ini yang terjadi saya pesimif pilpres kali ini akan dimenangkan oleh PDI-Perjuangan. 

Selain itu apabila PDI-Perjuangan bertarung tunggal (single fighter) mengusung paslon sendiri, saya kuatir PDI-Perjuangan akan dijadikan musuh bersama (common enemy) pada pilpres putaran kedua. Misalkan pilpres 2024 diikuti 3 (tiga) atau 4 (empat) paslon dan tidak ada yang mencapai hasil lima puluh persen, maka paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua ikut kembali dipilih pada putaran kedua, dan misalkan saja paslon yang diusung PDI-Perjuangan lolos pada puturan kedua, maka pada putaran kedua ini lah PDI-Perjuangan sulit membentuk koalisi dan akan dijadikan musuh bersama, pada titik ini PDI-Perjuangan mungkin saja dikeroyok semua parpol secara habis – habisan, karena dianggap “arogan” karena tidak mau berkoalisi dengan parpol lain pada putaran pertama, dan akhirnya mungkin saja kalah. 

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusung PDI-Perjuangan sebaiknya mempertimbangkan dari berbagai unsur baik kewilayahan, partai politik dan atau non partai dll, kemudian pasangan calon paling kuat yang menjadi lawan tanding siapa saja.


Anis – AHY, hati-hati dengan Paslon ini?

Meskipun pilpres 2024 masih 1 (satu) kalender lagi, tetapi saat ini sudah mulai terlihat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dibicarakan publik, hal ini dianggap wajar, karena secara normative tahap awal kontestasi politik yang pertama dipikirkan adalah perahunya apa (baca parpol pengusung) dan figurnya siapa? Karena sebesar apa pun tingkat elektabilitas figur tetapi tidak memiliki perahu, itu sia-sia dan tidak ada artinya. 

Agar lebih muda kita dapat membagi parpol dalam beberapa katagori yaitu ; Pertama, parpol Islam antara lain PKS, PPP dan PAN. Kedua, parpol nasionalis – religius yaitu Demokrat, Nasdem dan PKB dan Ketiga, parpol nasionalis yaitu PDI-Perjuangan, Golkar dan Gerindra. 

Fakta peta politik hari ini, pada tingkat nasional yang terjadi PDI-Perjuangan sulit berkoalisi dengan Demokrat dan PKS, PKB sulit berkoalisi dengan PKS dan Nasdem juga sulit berkoalisi dengan PDI-Perjuangan.

Selanjutnya, parpol yang berkeinginan mengusung sendiri Ketua Umum nya atau mengusung kader pada pilpres 2024 antara lain ; PDI-Perjuangan, Demokrat, Gerindara, Golkar dan PKB, selebihnya flaksibel saja.

Kemudian figur calon Presiden dan Wakil Presiden dengan gerbong koalisi parpol pengusung yang sudah menjadi konsumsi publik antara lain ; Puan – Ganjar atau Puan Anis diusung PDI-Perjuangan, Airlangga – Erick Tohir atau Erick Tohir – Ganjar diusung Golkar, PAN dan PPP, Prabowo – Muhaimin diusung Gerindra dan PKB dan terakhir Anis – AHY diusung Nasdem, Demokrat dan PKS. 

Dari survei berbagai lembaga yang telah dirilis hasilnya mengokohkan pasangan calon ANIS – AHY menempati urutan pertama mengalahkan pasangan calon lainnya, diprediksi kantong suara ANIS – AHY sapu bersih di wilayah Sumatera dan DKI Jakarta, kemudian menang tipis di Jawa Timur dan Jawa Barat, Kalimantan, NTB, Maluku dan Sulawesi, tetapi kalah di Jateng, Bali, NTT, dan Papua.

Dengan demikian, menurut hemat saya hati-hati dengan pasangan calon ANIS – AHY!

Terakhir, sebagai kesimpulan bacaan saya mengenai peta politik pilpres 2024, yaitu : Pertama, pilpers 2024 diikuti lebih dari 2 (dua) pasangan calon, antara 3 (tiga) atau 4 (empat) pasangan. Kedua, pilpres 2024 dilaksanakan lebih dari 1 (satu) putaran. Ketiga, pilpres 2024 tidak ada incumbent.  Keempat, hanya PDI-Perjuangan satu-satunya parpol yang dapat mengusung paslon sendiri. Kelima, simulasi paslon lebih dari 2 (dua) pasangan calon, ANIS – AHY selalu unggul dari pasangan calon lain. Keenam, tidak ada paslon yang dapat memperoleh suara di atas lima puluh persen suara. Dan terakhir yang Ketujuh, jika PDI-Perjuangan bertarung tunggal pada pilpres 2024, sangat mungkin akan dijadikan musuh bersama dan keroroyok habis-habisan pada putaran kedua. Terima kasih.(*/Red) 



Advokat dan Staf Khusus Bidang Hukum Bupati Kaimana

Pentingnya Pendidikan Untuk Masa Depan

Juli 18, 2022
Ilustrasi, Mahasiswa Pendidikan











Oleh: Cahaya Kartika Puspita Sari
Publikasi: BhinnekaNews71.Com
Senin 18 July 2022.

BhinnekaNews71.Com -- Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal, dimana pun dan kapanpun manusia dapat memperoleh dan menerapkan proses belajar di dunia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha membudayakan atau untuk memuliakan manusia, Agar tercapainya Pendidikan yang baik dan tepat diperlukan ilmu untuk mengkaji bagaimana terlaksana Pendidikan tersebut, Ilmu tersebut adalah ilmu Pendidikan. Pendidikan tanpa ilmu Pendidikan akan menimbulkan tidak tercapainya tujuan Pendidikan. ( Blake et al., 1998).


__ Pendidikan dapat kita peroleh dimana saja, kita harus menyadari tentang itu. Pendidikan juga terdapat Pendidikan non formal yaitu dengan mengikuti berbagai kursus atau bimbingan belajar lainnya. Dengan Pendidikan kita dapat menata masa depan dengan bijaksana dan lebih bersifat kritis untuk lebih mudah menyelesaikan masalah dalam kehidupannya.



__ Pendidikan juga dapat membuka lowongan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Banyak manfaat Pendidikan untuk masa depan kita. Hendaklah kita menyadari betapa pentingnya Pendidikan untuk diri sendiri dan orang lain. Bahkan jika kita berpendidikan dapat membantu pemerintahan dan dapat memajukan Indonesia sebagai untuk menuju negara berkembang dan maju.



__ Pendidikan sangatlah penting pada kehidupan kita. Semua manusia berhak mendapatkan Pendidikan untuk dapat mengembangkan diri agar dapat hidup dan terus melangsungkan hidup. Pendidikan tidak boleh diremehkan bahkan tidak boleh dilupakan, Pendidikan adalah sarana untuk mendewasakan, dapat merubah perekonomian, dapat meningkatkan kemampuan pola pikir yang lebih kritis dan Pendidikan dapat merubah kehidupan manusia. Tanamkan Pendidikan sejak dini untuk masa depan lebih cerah.



__ Banyak cara agar anak mendapat Pendidikan sampai Pendidikan tinggi. Pemerintah juga menyediakan bantuan yang disebut Beasiswa. Beasiswa adalah pemberian berupa bantuan yang diberikan kepada perorangan yang digunakan untuk keberlangsungan Pendidikan yang ditempuh. Beasiswa diberikan pada siswa yang berprestasi dan yang tidak mampu. Pemerintah memberikan bantuan agar Indonesia memiliki pemuda yang berpendidikan tinggi dan mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah akan memberikan beasiswa sampai jenjang S2 agar dapat meneruskan studi pada jenjang yang lebih tinggi baik dalam maupun diluar negeri. Pemerintah akan berusaha menyiapkan berbagai beasiswa untuk mewujudkan cita-cita bersama agar Indonesia maju.

__ Tersebarnya virus covid-19 merubah semua kehidupan di dunia, termasuk dunia Pendidikan yang terus berubah seperti kurikulum yang terus menerus berubah. Semua proses pembelajaran dialihkan secara daring atau take home, pembelajaran secara daring menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif nya yaitu kemampuan mengolah teknologi yang semakin canggih, tetapi tidak semua siswa memiliki teknologi dan tidak semua guru dapat mengoperasionalkan berbagai situs online dalam proses pembelajaran. Dampak negatif nya adalah kurangnya rasa sosialisasi dengan lingkungan, kurangnya sikap empati terhadap sesama menyebabkan siswa kecanduan gadget, tumbuh rasa malas belajar karena bosan belajar secara daring yang kurang menyenangkan. Sehingga perlu motivasi yang lebih agar setelah pandemi hilang anak dapat belajar dengan semangat Kembali.



__ Motivasi belajar siswa dipengaruhi banyak faktor di sekeliling lingkungan hidupnya. Motivasi utama adalah diri sendiri dan keluarga. Dalam diri sendiri sudah berniat untuk terus belajar dan belajar maka akan selalu terlaksana proses belajar sampai Pendidikan yang tinggi. Keluarga motivasi untuk membangun semangat diri dalam hal berpendidikan, keluarga yang memberikan support untuk terus melakukan hal yang anak sukai maka anak akan bersemangat belajar untuk mengejar cita-cita yang diimpikan dan harus diwujudkan. Tidak semua keluarga mendukung karena pola pikir yang berbeda-beda. Keluarga atau orang sekitar tidak semua menganggap Pendidikan itu penting, apa lagi Wanita yang mencari ilmu dan berpendidikan tinggi selalu diremehkan.

Banyak orang yang bilang melanjutkan Pendidikan kejenjang yang lebih tinggi adalah menunda pengangguran, Wanita hanya di dapur, tidak berbakat dalam Pendidikan, dan lain-lainnya. Perkataan itulah yang muncul pada seorang yang tidak tahu akan pentingnya Pendidikan.

Bungkamlah remehan orang dan jadikanlah semangat untuk lebih termotivasi belajar agar dapat membuktikan pentingnya Pendidikan tinggi untuk masa depan. Motivasi lain yang membuat seorang anak semangat belajar adalah Beasiswa yang diberikan pemerintah. Siswa yang mendapat beasiswa harus menunjang motivasi belajar agar tetap mendapat beasiswa sampai Pendidikan yang lebih tinggi.




__ Kekuatan terbesar yang tidak akan tergoyahkan adalah doa dari orang tua. Memiliki anak yang berpendidikan tinggi adalah impian semua orang tua. Tidak ada orang tua yang ingin melihat hidup anaknya suram bahkan hancur tanpa arah, segala usaha akan dilakukan orang tua untuk mendukung anaknya meraih Pendidikan setinggi mungkin untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Semangat orang tua adalah kekuatan bagi anaknya dalam menuntut ilmu, membuat anak berfikir bahwa orang tua menyiapkan yang terbaik untuk anaknya dan anak wajib mewujudkan harapan orang tua yang dititipkan dipundak kita bagi seorang anak.



__ Beberapa upaya agar mendapatkan Pendidikan, yaitu mencari biaya siswa, menerapkan Pendidikan sejak dini, meningkatkan dan memperluas Pendidikan yang berkualitas, meningkatkan lulusan Pendidikan tinggi untuk mampu menciptakan dan mengembangkan Pendidikan, memperoleh Pendidikan dimana saja dan kapan saja, dan lain sebagainya. Adapun upaya meningkatkan Pendidikan saat ini, yaitu menyediakan pelatihan guru agar lebih profesional, memastikan kondisi sosial dan emosional para guru dan siswa, membangun sekolah di pelosok negeri, berusaha agar semua anak-anak di Indonesia bersekolah, menyelenggarakan sekolah untuk warga miskin, dan lain sebagainnya.




Penulis: Cahya Kartika Puspita Sari. Mahasiswa Universitas Peradaban Bumiayu, Brebes Jawa - Tengah, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Dari Kedungurang, Gumelar, Banyumas. 

Mahasiswa Dalam Guncangan Badai Disrupsi

Juli 16, 2022




Jakarta, BhinnekaNews71.Com -- Sabtu 16 Juli 2022, Pernahkah kita membayangkan atau merasakan suasana mencekam pada saat kapal dihantam badai di Laut? Ya, sungguh sangat mengerikan, kapal oleng dan miring diterjang oleh ombak yang besar. Dalam pikiran seluruh penumpang kapal, antara hidup dan mati! Sangat tepat, bayangan diatas adalah gambaran mahasiswa dalam guncangan badai disrupsi. Productive generation atau useless generation.


Negara Indonesia saat ini memiliki sebanyak 85 juta penduduknya merupakan anak yang berumur dibawah 18 tahun yang akan menjadi generasi emas pada tahun 2045. Generasi emas ini diharapkan melanjutkan perjuangan bangsa dan negara dalam mengisi kemerdekan dengan menjaga toleransi, memelihara solidaritas kebangsaan, menjalankan kepemimpinan yang demokratis, melaksanakan pemerataan pembangunan nasional, serta menyelesaikan ketimpangan ekonomi demi terwujudnya keadilan sosial.


Badai disrupsi bergerak sangat cepat dimana situasi pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak linear. Perubahan sangat cepat, fundamental dan mengacak – acak pola tatanan lama. Badai disrupsi menginisasi model baru dengan strategi inovatif dan kreatif dalam sektor kehidupan. Misalnya: Pola kegiatan belajar mengajar akan berubah total, ruang kelas akan berevolusi dengan pola pembelajaran digital dengan jangkauan yang tidak terbatas dan memberikan pengalaman yang lebih kreatif, partisipatif, beragam dan menyeluruh.


Mahasiswa akan diguncang pada ancaman triple disruption yaitu digital distruption, milenial disprution, dan pandemi disruption. Apa itu Digital Disruption? Disrupsi digital ditandai dengan perubahan fundamental akibat perkembangan teknologi digital dan robot. Disrupsi digital akan melahirkan mesin yang jauh lebih cerdas daripada manusia, mesin yang memiliki pengetahuan yang luas dan efektif dalam menjalankan tugas untuk berhitung, mengumpulkan informasi, menganalisa data serta membuat keputusan yang tepat dalam menyelesaikan berbagai persoalan.


Prima Surbakti Kabid Akspel PP GMKI


Mesin ini pula yang mengantikan kemampuan intelijen qoutient serta mengeser peran mahasiswa berfokus hanya pada nilai agama, etika, kebijaksaan dan empat sosial. Perkembangan otomatisasi robotic menyebabkan mahasiswa akan kehilangan 75 juta pekerjaan dalam sektor perbankan, industri ritel, manufaktur, logistik dan sektor lainnya.


Disaat bersamaan, mahasiswa akan diguncang oleh fenomena milenial disruption. Perubahan perilaku dan cara padang secara fundamental, demi hasrat mendapatkan pengakuan kelas sosial tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Perubahan cara padang mahasiswa berjalan dan terus berkelanjutan sehingga muncul karakter baru pada mahasiswa. Milenial disrupsi melahirkan kreatifitas dan mahasiswa dituntut untuk kreatif, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil resiko.


Namun disisi yang lain, mahasiswa lebih tertarik mengejar popularitas demi mendapat pengakuan sosial. Memiliki loyalitas rendah, berorientasi pada hasil dan tidak menghargai proses. Milenal disrupsi juga memaksa mahasiswa untuk bergerak cepat menuntut kemampuan bekerja yang efektif dalam situasi yang berbeda dan cenderung mengarah kepada sifat pragmatis dan saling berkompetisi. Dampak yang paling besar adalah mahasiswa tidak tertarik dengan kondisi politik.


Bersamaan dengan badai digital dan milenial disrupsi, mahasiswa diguncang dengan pandemi disruption. Pandemi covid – 19 menyebabkan pergeseran interaksi sosial menjadi interaksi virtual. Situasi dimana pola gerak mahasiswa terbatas, produktivitas rendah serta menimbulkan masalah kesehatan mental pada mahasiswa. Pandemi menutup ruang sosialisasi dan ruang silahturahmi yang menyebabkan degradasi moral pada mahasiswa.


Di tengah lautan, badai dan ombak akan selalu hadir untuk menerjang kapal, yang paling penting adalah mental dan kemampuan untuk melewati badai. Begitu pula dengan mahasiswa, triple disruption bukan untuk dihindari melainkan mahasiswa harus adaptif dalam menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan serta menjadi insan yang memiliki karakter yang jujur dan bertanggung jawab. Membangun kreatifitas dan kolaborasi untuk mewujudkan gerakan kesejahteraan bersama.(Prima S/Red) 

Tegakkan dan Lindungi Ideologi Pancasila

Juni 22, 2022

 

Jakarta, BhinnekaNews71.Com -- Indonesia bak serpihan mutiara dengan kekayaan alam yang indah nan mempesona, dengan modal alam yang kaya ini harusnya Indonesia bisa segera menjadi Negara adidaya setidaknya rakyatnya hidup sejahtera terpenuhi akan sandang pangannya. Sangking subur dan kaya alam Indonesia penyanyi Koes Plus menggambarkan dalam syair lagunya yang terkenal itu mengatakan bahwa tanah kita tanah sorga tongkat kayu dan batu jadi tanaman.


Kekayaan dan kesuburan pada masa para pujangga Jawa pun mengungkapkan keagungan alamnya dengan mengatakan gemah ripah titi tentrem kerto toto raharjo, urip tanpa tinandur artinya tanah bumi pertiwi ini sangatlah subur yang mampu memberikan kehidupan bagi siapapun yang menempatinya.


Dan masih banyak lagi para pujangga dan penyanyi menggambarkan bagaimana keindahan Nusantara dengan segala ragam dan jenisnya baik dari suku, adat istiadat, kekayaan alam dan sebagainya.


Pertanyaan besarnya, kenapa alam yang sudah menyediakan semuanya itu tidak membuat bangsa ini segera sejahtera, justru negara-negara yang merdekanya lebih belakang dari Indonesia bisa mengejar ketertinggalan Vietnam misalnya.


Ketika mencoba dan melihat sebuah perjalanan bangsa yang sebentar lagi diperingati HUT Kemerdekaan RI ke 77 tahun, ada persoalan yang mendasar, kesepakatan ideologi Pancasila yang masih terus digoyang, padahal bicara ideologi harusnya negara tegas untuk menjaga dan merawatnya.


Kalau negara berani menerbitkan aturan yang melarang keras adanya penyebaran faham komunis dan sebagai ideologi terlarang, harusnya negara juga berani mengeluarkan peraturan yang melarang adanya kelompok tertentu yang terus merongrong dengan menawarkan ideologi yang berbasis agama apapun. Artinya ideologi negara harus tuntas dan tidak boleh diganggu lagi.


Jendral Purn Eddy Sudrajat mantan Kasad dan sekaligus mantan Ketua umum, PKPI dalam salah satu bukunya menegaskan selama ideology Pancasila belum tuntas, tidak akan pernah selesai dengan kegaduhan yang diakibatkan adanya kelompok yang masih menginginkan adanya pergantian Ideologi pancasila.


Berkenaan dengan Pancasila, menarik dalam pidato Presiden Joko Widodo saat memperingati hari lahirnya Pancasila yang digelar di Ende Nusa Tenggara Timur dalam kesempatan tersebut, presiden mengajak seluruh anak bangsa untuk bersama-sama membumikan Pancasila dan mengaktualisasi nilai luhur Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


"Pancasila bukan hanya telah mempersatukan kita semua, Pancasila juga telah menjadi bintang penuntun ketika bangsa Indonesia menghadapi tantangan dan ujian," katanya (cnbcindonesia.com/news/20220601094750-4-343429), Artinya Pancasila hasil konsesus bersama dan diyakini tentang ideology Pancasil sudah mengalami diskusi dan penelitian serta perdebatan panjang, dan bisa jadi semua itu juga diambil dari pembelajaran semua ideology dunia yang sudah ada oleh Ir Soekarno dan para faunding father bangsa ini.


Kenapa Pancasila bukan ideologi liberal, Komunis atau ideology agama. Semua itu tak terlepas dari adanya keberagaman yang ada di Indonesia, baik adat kebiasaan serta aneka suku dan agamanya. Belum lagi dengan sistem kekerabatan yang kental di berbagai suku seperti Jawa, Sunda, Batak dan Minang serta masih banyak lagi suku-suku lainnya maka musayawarah itu menjadi cara menyelesaikan masalah yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat.


Tindakan Tegas Perlu Dilakukan Tafsir tunggal yang sering dipakai kelompok yang mengatasnamakan agama ini yang membuat kemajuan bangsa tersendat bahkan justru menghalangi kemajuan jaman. Karena segala sesuatunya dikaitkan dengan aturan agama padahal bicara negara sudah clear Indonesia bukan Negara agama.


Harusnya ada pemisahan yang jelas mana ranah agama mana ranah negara, mengingat keberadaan agama yang diakui ada enam agama yang tentu memiliki kedudukan yang sama di dalam konstitusi Dan itu diatur dalam pasal 27 UUD 1945 di mana tanpa mendiskriminasikan ras, agama. Gender, budaya, suku dan golongan.


Namun belakangan ini aturan suatu agama, sangat mendominasi terasa sudah masuk ranah umum karena selalu saja dikaitkan dengan agama. Sehingga tak jarang membuat gaduh. Semisal klaim makanan saja jadi ribut. Sampai urusan yang tidak membuat dampak untuk kesejahteraan. Padahal makanan itu tidak ada agamanya.


Ada sebuah penelitian menarik, yang disampaikan Jendral Purn Polisi Tito Karnavian dalam sambutan resminya di sebuah Gereja di GKI Bintaro Jakarta Selatan (majalahgaharu.com).


Dijelaskan hubungan variabel relegius dengan kejahatan, seharusnya kan kejahatan rendah namun anehnya di negara relegiusnya tinggi ternyata tidak demikian. Indonesia masuk top ten 10 besar religius seperti Gana, Italia, Brasil dan Bangladesh di sana penjara penuh. Sebaliknya negara sekuler seperti Belanda, Finlandia dan negara lainnya penjara kosong.


Dengan realita seperti inilah, sudah seharusnya segera disadari bahwa beragama itu seharusnya memberikan arah dan tujuan untuk kebaikan, bukan ritual dan symbol-simbolnya yang dikedepankan.


Beragama yang sekarang ini booming lebih terjebak pada ritual agama, menyebabkan melupakan pesan agung dari ajaran agama itu sendiri. Apalagi ketika agama sudah dipakai untuk kepentingan politik pragmatis makin rusaklah pesan moral agama itu sendiri.


Berangkat dari apa yang terjadi saat ini, sudah saatnya tindakan tegas menjaga ideology. Negara harus berani mengambil tindakan bagi siapapun yang mencoba menawarkan ideology selain Pancasila. Serta mengembalikan fungsi agama untuk lebih memberikan spirit kehidupan sekaligus menjadi pandom untuk mengatur arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan cara ini Negara menghormati dan menghargai karya para leluhur yang sudah bersusah payah merumuskan ideology Pancasila. Hanya dengan menyeimbangkan antara beragama dan kerja keras, kehidupan lebih baik dan sehingga bangsa ini maju dan rakytanya sejahtera, bukan hanya dimanfaatkan oleh oknum yang memakai dalih agama untuk keuntungan diri serta kelompoknya.


Oleh Yusuf Mujiono

Ketua Umum Pewarna Indonesia /CEO Majalah GAHARU GROUP

Memahami Penghentian Penyidikan dan Bahasa Massa

April 18, 2022

Suryadi, M.Si

Pemerhati Budaya dan Kepolisian


JAKARTA, BHINNEKANEWS71.COM -- Tindakan penghentian penyidikan terhadap Murtede (M) yang awalnya disangka telah menghilangkan nyawa dua pembegal, sudah tepat. Tetapi, adalah penting masyarakat memahami bahwa tindakan polisi itu, bukan sekadar keberpihakan pada emosional massa. 

Hal serupa bisa saja terjadi di tempat lain di tanah air.

Masih hangatnya “kasus M” adalah momen  bagus bagi Polisi mengagendakan pendalaman kepada internal polisi dan eksternal masyarakat dalam rangka membangun pemahaman, bahwa “mencegah jauh lebih baik ketimbang suatu kejahatan terlanjur terjadi”, dan pentingnya menghindar dari “main hakim sendiri”.


SEPERTI  pemberitaan media, M (34) dan isteri, Mariana (32) bersama dua anak mereka, adalah warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), NTB. Pada Minggu malam (10/4/22) M bepergian mengendarai sepeda motor, dengan tujuan menjenguk Ibunya di Lombok Timur (Lotim). 



Masih di jalan Desa Ganti, M dipepet oleh empat laki-laki yang berboncengan  dengan dua sepeda motor. Mereka yang ternyata pembegal ini, dengan menggunakan senjata tajam clurit, secara paksa berusaha merampas sepeda motornya M. 



Dengan sebilah pisau di tangan, M dalam “keadaan terpaksa” membela diri melakukan perlawanan dan berhasil. Dua dari emat pembegal (OWP dan PE) dibuatnya terkapar berlumuran darah, tewas. Dua pembegal lainnya, HO dan WA, yang juga luka-luka kabur. Kronik selanjutnya:

M menenangkan diri di rumah keluarganya.

Polres Loteng dari tempat kejadian (TKP) mengamankan barang bukti empat senjata tajam, tiga unit sepeda motor (satu milik M dan dua lainnya milik pembegal). 

Kamis, 15 April 2002, Kapolsek Praya Timur, Iptu Sayum mengatakan, "Kemarin (Rabu, 14/4/22), OWP dan PE telah dikuburkan di TPU Desa Beleka." 

Polres Loteng memintai keterangan korban begal, M alias AS.

Selain menetapkan HO dan WA sebagai tersangka, Polres Loteng juga menyidik  M sebagai tersangka dan menahannya. Dalam konferensi pers, Wakapolres Kompol I Ketut Tamiana menjelaskan, "AS dikenakan Pasal 338 KUHP, menghilangkan nyawa seseorang, melanggar hukum. Pasal 351 KUHP ayat (3) (berbunyi) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang.” 

Masyarakat yang pro pada tindakan M meminta agar M segera dibebaskan. Alasannya, ia korban yang membela diri.

Di lain pihak, keluarga HO dan WA yang belum tahu persoalan sesungguhnya, meminta agar Polisi mengungkap latar belakang meninggalnya HO dan Wa.  

Polda mengambil alih penanganan kasus M, kemudian mengadakan gelar perkara dengan menghadirkan pakar hukum. Dasarnya, Perkap 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan, tepatnya Pasal 30 menyatakan, “Penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.” 

Sabtu, 16 April 2022, Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB), Irjen Pol. Djoko Purwanto lewat keterangan tertulis menyatakan: “Gelar perkara menyimpulkan, peristiwa (AS) itu merupakan perbuatan ‘pembelaan terpaksa’ sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum, baik secara formil maupun materiil. Tindakan pembelaan diri yang dilakukan oleh AS mengakibatkan dua dari empat pembegal tewas. Tindakan ini merupakan pembelaan diri sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) KUHP tentang ‘pembelaan terpaksa’. Kemudian, Polisi menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3)”.

Di Jakarta Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Dedi Prasetyo menegaskan,  “Penghentian perkara tersebut, dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian, dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas, dan nesesitas." 

Sebelum itu, di hari yang sama, Sabtu, 16 April 2022, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto meminta: “Proses hukum atas kasus korban begal jadi tersangka di NTB segera dihentikan.” 



Pemahaman 

POLISI  telah menghentikan penyidikan atas M setelah didahului gelar perkara yang  menghadirkan pakar hukum. Langkah polisi ini, seperti dikemukakan Kapolda NTB,   didasarkan atas Pasal 30 Perkap 6 Tahun 2019. Selain itu juga juga sudah bersesuaian dengan Pasal 49 (1) KUHP yang selengkapnya berbunyi: 

“Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan,

 karena ada ancaman serangan ketika  itu yang melawan hukum, 

 terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan

 kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun

 orang lain, tidak dipidana.”


Hemat penulis, sejalan dengan alasan formal yang melatarbelakangi penghentian penyidikan M tadi, Polisi masih punya kewajiban memperdalam pemahaman yang lebih baik di internal polisi sendiri dan masyarakat di eksternal. Sebab, hal serupa bisa saja terjadi lagi di daerah lain di tanah air. 



Untuk itu diperlukan bukan cuma penyuluhan atau sosialisasi yang berbau formalistik searah datang dari penegak hukum dan ahli hukum, yang hanya menjadikan  masyarakat sebagai pendengar. Agenda ini, hendaknya berlangsung dialogis, diisi oleh perpaduan praktis antara sosialisasi dan simulasi mendekati kenyataan praktis. 



Bahasa-bahasa hukum dalam kalimat yang mudah dipahami secara praktis, dalam hal tersebut, sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan begitu, masyarakat diharapkan paham secara baik. Misalnya, ketika ditegaskan, bahwa Polri  mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas, dan nesesitas. Selain itu, juga ”pembelaan terpaksa” yang dimaksudkan dalam KUHP, dan apa yang dimaksudkan, “Penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.” 



Kata-kata dan kalimat-kalimat tersebut cuma contoh-contoh yang perlu disederhanakan ke dalam pemahaman praktis masyarakat, tanpa meninggalkan hal ideal dan filosofisnya. Apalagi, di tengah amuk emosi, terbatas, dan bervariasinya pemahaman teoritis, patut diduga masyarakat akan menerima begitu saja penjelasan yang cenderung formalistik searah, asalkan keinginan seketika mereka terpenuhi. Dalam konteks kasus serupa M, keinginan kolektif seketika massa adalah “bebaskan”.



Jadi, mengingat potensi gangguan keamanan dan ketertiban bersumber dari kerawanan, baik secara ideologi, politik, ekonomi, maupun budaya (ipoleksosbud) ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, maka yang patut menjadi titik perhatian utama  adalah tercapainya pemahaman yang baik dari masyarakat itu sendiri. 



Masyarakat yang dimaksudkan adalah, “Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh kebudayaan yang mereka anggap sama” (KBBI, 2002: 731). Artinya, Polri yang sudah memiliki ilmu “kebinmasan” dituntut arif, mampu, dan mau bekerja lebih merangkul berbagai potensi masyarakat agar kesertaan mereka betul-betul merepresentasikan signifikansi bagi makna adil dalam penegakkan hukum. 



Dari situ  diharapkan pula, masyarakat akan dewasa (matang pikiran dan pandangan”, KBBI, 2002: 260) dalam memahami tindakan-tindakan yang diambil sepanjang proses yang didasarkan pada hukum. Penting dimengerti pula, ciri dewasa adalah mandiri sehingga terhindar dari gampang dipengaruhi oleh hal-hal yang  menjauh dari akal sehat dan kejujuran hati nurani. Ini tidak hanya penting ada pada masyarakat, tetapi juga pada polisi sendiri.      



Main Hakim Sendiri  

PENDEK kata, Polri sepanjang tugas hukum kesipilannya, masih akan terus disibukkan oleh sejumlah agenda membawa masyarakat dan dirinya  sendiri,  untuk membingkai diri dalam penegakkan hukum demi kamtib yang kondusif bagi kehidupan masyarakat. Hal semacam ini,  misalnya, akan gampang terlihat bila masyarakat sudah tidak lagi mudah terpanggang oleh frasa-frasa provokatif bahwa “penegak hukum tidak adil”. 



Hal serupa itu, harus diakui, sempat meronai pemahaman masyarakat ketika proses hukum berjalan atas M. Bukankah, sebelumnya sampai pada keputusan  penghentian penyidikan, di masyarakat muncul teka-teki polisi akan “melanjutkan penyidikan” atau  sebaliknya “menghentikannya”.



Sejalan dengan pemahaman sementara seperti dalam kasus M, bahwa “M adalah korban begal yang ditersangkakan”, patut dihilangkan imej masyarakat bahwa tindakan serupa M adalah benar hanya lantaran yang dibunuhnya pelaku kriminal, begal. 



Jika hal tersebut tidak segera dicarikan solusinya, bukan mustahil pemahaman seperti itu akan berlanjut menyulut masyarakat menjadi emosional. Kemudian,   membabi-buta dan berujung pada tindakan “main hakim sendiri”. Dalam peristiwa serupa ini, kerap pelaku kriminal babak-belur setengah mati. Tetapi, ada pula yang meninggal sebelum sempat diberikan pertolongan. Padahal, yang membedakan pelaku kriminal dengan bukan pelaku kriminal, sudah sangat jelas. Tetapi, akibat “main hakim sendiri”,  si pengeroyok berubah menjadi pelaku penganiayaan, bahkan pembunuh.     



Bukankah secara empirik, misalnya, masih sering terdengar ada amuk massa terhadap copet, pencuri jemuran di siang hari, maling alas kaki, kotak amal, atau alat pengeras suara rumah ibadah? Permaafan bagi pencuri seperti ini, serupa dengan yang diberlakukan terhadap penganiaya, yaitu: Proses hukum!    



 Tidak mudah, memang, bagi penegak hukum untuk membawa dirinya sendiri bersama masyarakat, utuk bersama-sama masuk ke dalam rasionalitas berhati. Terlebih ketika berhadapan dengan tindak kriminal yang berpangkal pada emosi massa. 

 


Akan tetapi, bagaimanapun, “mencegah jauh lebih baik ketimbang kejahatan terlanjur terjadi”. Sebab, emosional kolektif massa bukan cuma desakan agar orang-orang seperti M alias AS dibebaskan, melainkan ada pula yang menyulut dan tersulut  untuk mengambil tindakan “main hakim sendiri”. Sungguh, jelas ini kerja keras. Tuntutannya, kerja cerdas yang berujung pada tegas namun tetap humanis.(Red) 

Reformasi Belum Tuntas, Bung!

Maret 09, 2022

Suryadi

Pemerhati Pers dan Budaya

Dipublikasikan BHINNEKANEWS pada - Rabu (09/03/22). 

JAKARTA -- Berderet-deret papan bunga  “Ucapan Selamat” menyesaki sudut-sudut Kampus Merah-Putih. Warna- warni meronai suasana sumringah menebar berdesak- desakan di halaman sempit kampus perguruan tinggi swasta (PTS) di bilangan Hang Lekir, Kebayoran, Jakarta Selatan itu, Senin, 7 Maret 2022.

 Sehari  kemudian, 40-an papan bunga congratulation itu, masih di tempat semula. Sebelum memasuki halaman, di gerbang PTS itu, banyak orang yang “dipaksa” menghentikan langkah sejenak oleh pampangan spanduk yang menyembulkan identitas Forum Komunikasi Mahasiswa Jakarta (FKSM) & Forum Kota  (Forkot). Apa yang terjadi? bukankah Masa-masa mencekam diwarnai oleh semangat sipil dan “kewaspadaan tinggi” menuju negara demokrasi telah 24 tahun berlalu? 


RUPANYA tokoh FKSMJ, Dr. Usmar Ismail, S.E., M.M (57), hari itu baru saja dilantik menjadi Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama/ B). 

Jabatan di birokrasi akademik fakultas bergengsi tersebut, ditabalkan padanya setelah bertahun-tahun ia menggeluti dunia akademis sebagai pengajar tetap. Ayah dari Putri Ushjerya Rachmadhani (10) ini, adalah suami dari Dr. Hermiyetti. SE,.M.Si,.CSRS.,CSRA, yang juga seorang dosen, tapi di perguruan tinggi swasta berbeda.

Di era 1990-an, dunia aktivis memang mengasyikkan bagi anak muda seusia Usmar di Jakarta. Dalam perjalanan hidup di Ibu Kota, setelah perjuangan keras menundukkan keasyikan diri sendiri dalam gelimangan hidup sebagai aktivis, kuliah S1 dan S2 ia selesaikan pada 1995 dan 2005 di Unmoes (B), almamaternya. Gelar doktor ekonomi diraih Usmar secara ketat di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulsel (2019). 

Momen penabalannya sebagai dekan saat ini, cuma tinggal sekitar dua bulan jelang genap 24 tahun (21 Mei 2022) bergulirnya Reformasi. Dua puluh empat tahun silam, di tengah derasnya desakan  segera turun dari singgasana kekuasaan 32 tahun, pemimpin Orde Baru (Orba), Jenderal Besar Soeharto (alm) menyatakan diri berhenti. Sejak itu rezim otoriter-represif tumbang. 

Seketika setelah itu, Wakil Presiden B.J. Habibie (alm) naik menjadi orang nomor 1 RI. Presiden ke-3 ini mengisi sisa masa kepemimpinan sang “guru besar” di tengah hiruk-pikuk mewujudkan agenda reformasi.  

Usmar, seorang penulis di banyak media, memang salah seorang tokoh aktivis dan pendiri FKSMJ. Terdesak dan kemudian turunnya rezim Orba tak bisa dilepaskan dari peran FKSMJ dan andil sosok Usmar, seperti juga peran banyak pihak yang segagasan sepemikiran meski berbeda pilihan jalan politik.

Lebih daripada sekadar pembawaan yang tenang, laki-laki kelahiran Lubuklinggau, Sumsel, 24 Oktober 1965 ini, dikenal amat akrab dalam kehidupan akademisi, tanpa meninggalkan keaktivisannya. Sebagai aktivis, ciri-ciri sebagai akademis tetap kental. Penjelasannya jernih, tidak abu-abu.  

Tak pelak lagi, Usmar menjadi sosok yang mampu mengkombain kapasitas akademis dengan keaktivisan. Baginya, sesuatu yang sensitif dalam kehidupan politik atau bernegara sekalipun, untuk kepentingan bangsa dan keteladanan, harus bisa jernih dijelaskan. 

Dalam suatu dialog lintas generasi suatu ketika, misalnya, dia tunjukkan perinsip itu.  Ketika itu ia meminta penjelasan seorang tokoh nasionalis senior, “Sebagai tokoh nasionalis di masa lalu yang kemudian duduk menjadi petinggi Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), bagaimana  menjelaskan sikap Bapak ini kepada generasi muda-muda saat ini.” Toh  di ujung dialog itu, tinggalah interpretasi para peserta masing-masing.     

“Bang Usmar” adalah sapaan akrab untuknya dari para mahasiswa Usmoes (B). “Mar” merupakan panggilan akrab di lingkungan aktivis seangkatannya. Sapaan, adinda,  ananda, juga Bung, datang dari kalangan nasionalis senior, semisal di kalangan Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN). Usmar hingga kini mengetuai LKN, sebuah lembaga kebudayaan lawas yang punya sejarah panjang sealur laju perkembangan negeri ini. 

FKSMJ Kembali Menuntut

PERTUMBUHAN ekonomi yang bagus dan ikutannya,  satu sisi dapat dirasakan oleh masyarakat pada era Orba. Di lain sisi, terdapat kurun yang sangat mencekam akibat terpasungnya kehidupan berpolitik. Keduanya bagai dua sisi pada sekeping mata uang logam. 

Terpasungnya kehidupan berpolitik saat itu, tak bisa dilepaskan dari kebijakan-kebijakan penguasa yang  otoriter – represif. Sebagaimana kenyataannya, politik dan kebijakan semacam itu, pasti mengimbas kemana-mana, termasuk pada kesempatan berekonomi, berpolitik itu sendiri, selain juga kehidupan pers. Semua itu terpulang dan berbasis pada budaya yang menjadi pijakan penguasa.    

Perlahan tapi pasti, dari yang semula respons berubah menjadi aksi; dari yang kecil, parsial, hingga membesar meletupkan ketidakpuasan di mana-mana. Kemunculan demi kemunculan, satu per satu dijawab oleh penguasa dengan penerapan kekuasaan  yang represif hingga membungkam kebebasan.  

  Akan tetapi, perlawanan demi perlawan dari masyarakat dan berbagai aktivis, terus bergulir. Akhirnya bertemu momen yang pas pada 1997 ketika negara ini dilanda jalaran kriris ekonomi yang membuncahkan krisis politik. 

Momen krisis tersebut disokong oleh parahnya kenyataan besarnya utang luar negeri (swasta dan negara) yang disebut sebagai “sengaja salah guna”. Maka, saat jatuh tempo terjadi gagal bayar. Utang dalam kurs dolar itu, praktis membubung besar terdongkrak oleh terjungkalnya nilai rupiah terhadap dolar.   

Semua itu menjadi beban rakyat yang sebenarnya selama masa Orba berkuasa, ikut menikmati banyak hal, termasuk bahan bakar minyak (BBM) yang ternyata murah karena berlatar belakang subsidi negara. Lebih parah lagi penikmat manfaat terbesar dari subsidi-subsidi ini adalah kalangan industri, khususnya dari lingkup keluarga dan kroni penguasa.  

Pernyataan-pernyataan “salah urus” yang dialamatkan kepada “pengurus negara”,  sebenarnya telah lama dilontarkan oleh berbagai aktivis secara parsial. Tak isa dilepaskan dari aksi-aksi terdahulu sebagai suatu prolog, di tahun 1997 dan seterusnya, hal ini mulailah dilontarkan secara terang-terangan dan massif dalam gerakan bersama. Kondisi krisis ekonomi dan politik nasional menjadi alasan bagi berbagai Gerakan untuk bangkit. 

Aliansi seperti FKSMJ yang sebenarnya telah lahir jauh sebelum hiruk-pikuk reformasi 1998, muncul bersuara kian nyaring. Forum ini  lahir pada 1993. Para mahasiswa dari kampus-kampus anggota FKSMJ bangkit memotori massa kembali turun ke jalanan. Rosidi Rizkiandi dalam Kisah yang tak Terungkap 1998 menulis, tuntutan FKSMJ kepada Pemerintah, yaitu: 1) Penurunan harga 2) Menolak kenaikan harga BBM, 3) habisi dan kikis Orba, 4) Pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya, 5) Penegakkan supremasi hukum, 6) perbaikan ekonomi. 

Sementara Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred)  dan Forkot, tulis Rosidi lagi, masih menempuh jalan perjuangan yang lebih moderat. Keduanya dalam mengajukan tuntutan masih menempuh metode setengah kooperatif terhadap Pemerintah. Mereka masih mau mau melakukan dialog dengan DPR (2016: 293).    

Reformasi Belum Selesai

SUDAH menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa ini, sebagaimana pemerintah 20 tahun Bung Karno yang dijatuhkan, demikian pula dengan kepemimpinan 32 tahun Soeharto yang “dipaksa dan terpaksa” meletakkan jabatan. 

Wujud nyata turunnya kedua pemerintahan, memang didahului proses yang berbeda. Bagi Sukarno, terungkap berbagai fakta, termasuk defacto tak bisa menjalankan pemerintahan lantaran telah dijalankan oleh Soeharto sebagai “pemegang mandat” Surat Perintah 11 Maret. Puncaknya, justifikasi konstitusional lewat mekanisme tidak diterimanya pidato pertanggungjawaban Bung Karno, khususnya tentang Peristiwa G30 S, oleh MPRS. 

Sementara, Soeharto yang masih berkuasa dan sehat, dengan gagah tampil di Istana Negara “menyatakan diri berhenti” sebagai Presiden (sebelum diturunkan oleh rakyat, pen). Saat itu juga, sekaligus ia masih menunjukkan pengaruh kekuasaannya dengan meminta Wapres Habibie mengangkat sumpah di hadapan hakim Mahkamah Agung (MA) naik mengantikan posisinya. Cara ini ia sebut sudah sesuai konstitusi.

Begitulah puncak tuntutan 1998. Harus diakui, saat itu hampir semua tenggelam dalam pendapat, “Pokoknya yang penting Soeharto turun dulu”. Bahwa masih banyak    yang harus dibereskan, itulah kenyataan hingga kini; Reformasi baru menuntaskan  agenda-agendanya pada tataran formal. Paling kental adalah demokrasi pada tataran procedural yang “sangat menghibur”.


Pada tataran substansial, setelah 24 tahun berlalu, ternyata Reformasi belum juga mampu menuntaskan agenda-agendanya. Ini terutama amat terasa pada agenda penting yang berjalan begitu lambat, seperti pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya; penegakkan supremasi hukum yang masih menyisakan dekil-dekil pada penegak hukum sendiri; pemerataan berekonomi yang masih terkendala oleh persoalan keterbukaan kesempatan dan kemahalan ongkos yang sengaja “ditimbulkan” oleh jalur birokrasi. Semua ini, kerap berujung pada terungkapnya korupsi.    


Tokoh dan salah seorang pendiri FKSMJ, Dr. Usmar kini telah duduk sebagai  Dekan FEB. Ia tetap hidup sederhana, tidak menempuh jalan jalur fasilitas kekuasaan Negara atau pemerintahan. Meski, mungkin saja, hal itu bisa cepat-cepat ia “bermain” tepat ketika Reformasi telah “berhasil” menurunkan kekuasaan politik otoriter pada 1998.


Kekuasan otoriter kini telah berganti, tetapi masih sangat tajam bau “cuma berganti manusianya”. Karena tugas perguruan tinggi, bukan cuma mencetak lulusan bergelar, maka tak pelak lagi Bung Usmar bersama rekan-rekannya di perguruan tinggi di tanah air, punya tugas jauh lebih besar daripada itu.


Tugas tersebut, yakni menuntaskan agenda reformasi, khususnya dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM). Bukan pembangunan manusia berkarakter Indonesia yang sekadar ada dalam omong-omong. Apalagi cuma  jargon pembangunan manusia seutuhnya seperti di era Orba yang pandai berkampanye, bahwa “Orla adalah era tidak satunya kata dengan perbuatan”. 


Bagaimana dengan saat ini? Tak seorang pun melompat dari dari masa lampau yang kosong. Sejarah adalah tentang masa lalu yang mengantarkan ke masa kini sebagai pintu keluar ke jalan menuju masa yang lebih baik. 


Dalam mewujudkan semua itu, seperti didapati saat ini, sungguh sebuah proses yang tak gampang melaluinya karena menyangkut manusia. Bangsa ini tengah berada di antara kesulitan membedakan antara sekadar ingin, layak, dan ideal. Tetapi patut diingat, kegagalan mewujudkannya, akan berdampak pada sekadar Kembali membuncahkan nostalgia, bangga masa lalu. 


Jangan biarkan bilangan-bilangan usia itu, lewat begitu saja. Jangan pula buat abu-abu seolah-olah kejelasan. Apalagi, mempertemukan  dongeng dan pengkhianatan di persimpangan jalan. 


Berbalik, seperti “kalimat pasaran” yang banyak ditemukan di pintu bak truck-truck “isih kepenak jamanku to le” (lebih enak di zaman ku), juga bukan sebuah pilihan. Itu cuma kerinduan akan roti yang menyelimuti agenda kebohongan. 


Kawan-kawan, kemerdekaan RI telah pula lewat dari tigaperempat abad. Reformasi sudah bergulir 24 tahun. Point of no return! (*/Red) 

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *