BANDUNG, -- Setelah viral pemberitaan toko obat keras ilegal di Wilayah Bandung Jawa Barat, para pebisnis obat haram tersebut menutup toko nya, dan memakai trik atau modus baru dengan menjual obat obatan Tramadol Hexymer dengan cara COD an di depan Toko. yang tutup, hal itu dilakukan diduga untuk kelabui masyarakat, dan aparat penegak hukum.
Meski masih dalam suasana bulan ramadhan, sekilas tempat tersebut nampak seperti COD jika diperhatikan dengan seksama. Rata-rata pembelinya bukan berasal dari warga sekitar, melainkan dari kalangan anak-anak muda.
Sementara menurut sumber informasi, salah satu toko yang masih menjual walau tokonya ditutup, dengan cara duduk di kursi samping toko
"Untuk toko yang nutup, ia berjualan disampingnya duduk di kursi, malah vulgar," ungkap X warga sekitar kepada media ini, Senin (1/4/).
Ketika di konfirmasi salah satu pengurus toko berinisial RMD mengatakan,
"Ada 20 toko, ada tutup ada buka. Karna barangnya lagi tidak ada, jadi sekarang memang jualan kantongan - pake tas diluar kios. Kalau buka kios tidak boleh", ujarnya. Selasa (2/4/24).
Diberitakan sebelumnya dengan judul
*Diduga Kebal Hukum, Toko Obat Keras Tramadol Heximer Berkode "BURHAN" di Bandung Jabar Masih Eksis, Wakapolda Jabar Bilang Begini!!*
Penjualan obat obatan keras Tramadol dan Heximer berkedok toko kosmetik di wilayah Bandung Jawa Barat diduga masih marak beroperasi alias eksis tanpa tersentuh hukum.
Hal tersebut diketahui saat dalam Investigasi tim Media di Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung tetap membuka toko yang diduga menjual obat obat keras golongan G tanpa izin alias ilegal itu, disinyalir Kelompok yang Berkode "BURHAN" tersebut diduga kebal Hukum, meski telah viral di muat di beberapa Media online.
Sementara Wakapolda Jawa Barat, saat di kirimkan beberapa link berita perihal Obat obatan mengatakan, " Siap, Dirresnarkoba selalu Atensi Kang," ujar Wakapolda merespon.
Semula, Viral pemberitaan terkait Kelompok BURHAN dengan judul
Jawa Barat Darurat Obat Keras, Siapa Kelompok "BURHAN"?
Tramadol dan Hexymer merupakan jenis obat yang pengunaannya harus berada di bawah pengawasan dokter atau tenaga ahli kesehatan. Namun terkadang penggunaan kedua obat ini sering sekali disalahgunakan oleh banyak oknum tidak bertanggung jawab sebagai alat menciptakan halusinasi.
Untuk provinsi Jawa Barat, peredaran obat keras ini diperjual-belikan secara bebas dibeberapa toko kelontong maupun berkedok kosmetik. Omset yang didapat terhadap penjualan obat jenis ini sangat fantastis mencapai jutaan rupiah dalam sehari.
Hal ini yang membuat munculnya kelompok bernama *'BURHAN'* dibeberapa wilayah seperti Bandung, Sumedang, Cimahi dan Soreang. Kelompok yang diduga mengkoordinir ratusan toko di wilayah Jawa Barat ini bertugas mengkondisikan peredaran obat-obatan terus berjalan.
Biasanya toko-toko berkedok ini berjualan dimulai sejak pagi hari, dimana banyak karyawan dan anak sekolah mulai beraktivitas. Obatnya dijual murah kisaran Rp 4.000,- s/d Rp 10.000, untuk menjangkau pasar sampai kepada kalangan bawah.
Tramadol sendiri merupakan obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, karena obat ini termasuk dalam kelas obat agonis opioid.
_*Siapa dibalik kelompok 'BURHAN' ?*_
BURHAN bukanlah nama seseorang melainkan sebuah kode atau sandi yang digunakan untuk menandai toko-toko yang masuk dalam konsorsium. Konsorsium ini ditandai dengan adanya stiker logo bergambar 'Burung Hantu' yang dikelola oleh beberapa orang di tiap-tiap wilayahnya.
Hasil investigasi lapangan didapati beberapa nama yang sering disebut oleh penjaga toko yang menjual obat keras jenis Tramadol dan Hexymer, seperti RMD untuk wilayah Sumedang dan Kabupaten Bandung, RK untuk wilayah Rancaekek dan sekitar, kemudian BG dan HRN untuk wilayah kota Bandung dan sekitarnya.
Sementara saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Jules Abraham Abast saat dikonfirmasi terkait adanya dugaan kelompok ‘BURHAN’ akan melakukan kroscek terhadap kebenaran hal tersebut.
“Saya coba cek dulu ya kang, Apa memang benar hal tersebut,” jawabnya singkat, Selasa (12/03).
Dengan adanya pengelolaan yang terstruktur, sistematis dan masif ini menyebabkan sulitnya aparatur penegak hukum untuk menyentuh kelompok-kelompok ini dalam jerat hukum. Perlunya keberanian dan kredibilitas yang tinggi untuk aparat dapat menindaklanjuti permasalahan darurat obat keras di wilayah Jawa Barat ini.
Selanjutnya dukungan dari pemerintah daerah juga diperlukan untuk dapat memberantas peredaran obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika. Tidak hanya sampai disitu peran BNN Provinsi Jawa Barat juga dibutuhkan dalam membantu Polri khususnya Polda Jawa Barat untuk menindaklanjuti peredaran Tramadol dan Hexymer.
Sinergitas aparatur negara bersama dengan para tokoh masyarakat dibutuhkan dalam memerangi peredaran obat keras guna menciptakan Jawa Barat Juara Lahir Batin dan Sejahtera. (ML)