Ilustrasi LKS |
Serang -- Menyikap informasi dari Wali murid dan siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cikande (SMAN 1 Cikande) atau disebut SMANCIK, yang diterima Media ini beberapa waktu lalu, bahwa di Sekolah yang menjadi tempat Favorit Siswa siswi menimba ilmu di Kecamatan Cikande tersebut diduga melakukan praktik jual beli bahan ajar bahkan melegalkan penjualan bahan ajar seperti Modul pembelajaran atau Lembaran kerja siswa (LKS) dilingkungan sekolah yang melalui Koperasi.
" Ya belinya di sekolah, 1 Buku harga 10 ribu, dan 12 mata pelajaran, jadi Rp. 120 ribu," ujar S, kepada Wartawan bhinnekanews71.com.
Mengenal hal itu, Mulyadi Kepala Sekolah SMAN 1 Cikande pun membenarkan adanya penjualan modul pembelajaran melalui Koperasi sekolah yang dipimpin nya, " Ya itu tentang LKS, memang Betul disini ada penjualan LKS, bukan LKS di judul nya modul pembelajaran, tapi memang tidak diwajibkan, dan kita juga antisipasi kita kasih bantuan ke tidak mampu," kata Mulyadi, dikonfirmasi diruang kerjanya, Selasa (24/1/23).
Kepsek pun menjelaskan sisi pemanfaatan dari Modul pembelajaran, selain menunjang peningkatan belajar siswa, dan mengisi waktu belajar di sekolah saat guru sedang libur dan cuti.
"Dari sisi pemanfaatan, banyak kegiatan negatif terutama main HP, sehingga kita harapkan dengan adanya Modul pembelajaran itu dia bisa belajar, disibukkan dengan pembelajaran, yang kedua, kadang kadang guru tidak masuk dengan alasan anak sakit, sehingga ada tugas yang dikerjakan disekolah, karena kalau hanya ucapan kan kadang kadang anak tidak serius, jadi dengan adanya modul itulah sehingga dia bisa belajar, kita juga biasa awasi dengan guru piket, saat ini contoh nya ada dua guru cuti melahirkan, pola pembelajaran daring kan masa mau lahiran kan, itu mah gak mereka cuti, jadi sisi pemanfaatannya ada, disitu lah yang kita ambil kebijakannya," terang Kepsek.
Disinggung soal aturan pemerintah soal larangan mengenai penjualan bahan ajar di lingkungan sekolah, Kepsek berdalih, bahwa itu sah saja selagi punya legal seperti Koperasi yang mempunyai badan hukum, " Yang pertama begini, ada lembaga di kita Koperasi berbadan hukum, dari sisi legal ininya, memang bukan sekolah yang berjualan, tapi Koperasi kita yang berbadan hukum," tandasnya.
Dari penjelasan tesebut, Kepsek terkesan menyimpulkan perihal penjualan modul pembelajaran, atau LKS dan lain-lain di Koperasi yang dikelola guru guru SMANCIK merupakan legal dan tidak menabrak aturan yang ada.
Sementara jika mengacu dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.
Pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga mengatur Sistem Perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
Buku pegangan siswa dari sekolah diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS) ."Buku yang disubsidi pemerintah tidak boleh dijual kepada siswa. Karena itu hak siswa.
Buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah Siswa berhak membeli LKS,namun tidak di sekolah. Orangtua siswa beli LKS di toko buku.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan "Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah".
Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan."Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui Toko Buku dan atau sarana lain.
Permendiknas No 2 tahun 2008 tentang Perbukuan. Pasal (1) angka 10 "toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang lengkapnya berbunyi "Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir".
Penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap tahun, bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membeli karena banyak tugas yang diberikan lewat LKS tersebut.
Masih ada Sekolah yang melakukan penjualan buku LKS melalui Koperasi. Ragam dalih pun bermacam-macam, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.
Menyoal adanya praktik jual beli LKS. Larangan tersebut diatur tegas di pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, Lks, bahan ajar.
Berdasarkan pasal itu sudah jelas. Guru, maupun karyawan di sekolah sama sekali tidak boleh menjual buku-buku maupun seragam di sekolah.
Sama halnya dengan Komite, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2020 Tentang Komite Sekolah. Dalam Pasal 12a, tertulis, Komite Sekolah, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah.
Kemudian tentang Sekolah dilarang menjadi distributor LKS, tertuang dalam aturan Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah dilarang menjadi distributor buku LKS.(Red)
Thanks for reading Berkedok Koperasi, SMA N 1 Cikande Diduga Lakukan Praktik dan Legalkan Jual Beli LKS di Sekolah | Tags: Headline News Pendidikan Serang
« Prev Post
Next Post »
0 komentar on Berkedok Koperasi, SMA N 1 Cikande Diduga Lakukan Praktik dan Legalkan Jual Beli LKS di Sekolah
Posting Komentar